ANGGARAN RUMAH TANGGA

ANGGARAN RUMAH TANGGA

Rabu, Desember 31, 2014 0

ANGGARAN RUMAH TANGGA
PERSATUAN TUNANETRA INDONESIA (PERTUNI)

DIAMANDEMEN DALAM MUNAS VIII PERTUNI TAHUN 2014



BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Yang dimaksud dengan :
1. Tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal dan dari jarak normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas / low vision).
2. Mitra bakti adalah orang awas yang turut membaktikan diri dalam perjuangan Pertuni dan terdaftar sebagai anggota Pertuni.
3. Anggota Kehormatan adalah tokoh masyarakat yang dinilai telah berjasa besar di bidang ketunanetraan, baik di tingkat kabupaten/kota, propinsi ataupun nasional, dan bersedia menjadi anggota Pertuni atas permintaan pengurus Pertuni.
4. Kemitraan adalah kesepakatan untuk menjalin hubungan kerjasama antara Pertuni dengan pihak-pihak lain menuju suatu tujuan bersama, yang saling menguntungkan tanpa mencampuri urusan internal masing-masing.
5. Peraturan Organisasi adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hal-hal yang tidak atau belum cukup diatur di dalam Anggaran Dasar ataupun Anggaran Rumah Tangga.
6. Departemen adalah unit operasional DPP yang berada di bawah koordinasi Ketua bidang terkait, yang mengurusi pelaksanaan program tertentu di tingkat Pusat, dan dipimpin oleh seorang Ketua Departemen.
7. Biro adalah unit operasional DPD yang mengurusi pelaksanaan program tertentu di tingkat Daerah, dan dipimpin oleh seorang Ketua Biro.
8. Seksi adalah unit operasional DPC yang mengurusi pelaksanaan program tertentu di tingkat Cabang, dan dipimpin oleh seorang Ketua Seksi.
9. Dana abadi adalah sebagian dari pendapatan-pendapatan dana yang diperoleh Pertuni yang tidak digunakan untuk biaya operasional dan disimpan di Bank Pemerintah dalam bentuk deposito atau dalam bentuk investasi lain berdasarkan kesepakatan rapat gabungan.
10. Penjabat adalah pelaksana tugas yang bersifat sementara dalam struktur organisasi Pertuni sebelum pejabat yang definitif dapat ditetapkan.









BAB II
PENDEKATAN DAN USAHA/KEGIATAN

Pasal 2
Dalam memperjuangkan tujuan Pertuni, dipergunakan pola pendekatan:
1. Kekeluargaan;
2. Obyektif;
3. Persuasif;
4. Bimbingan dan penyuluhan;
5. Kemitraan.

Pasal 3
Dalam ikhtiar mewujudkan tujuan Organisasi dapat dilakukan usaha dan/atau kegiatan, baik dilakukan oleh Organisasi sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain, yang mencakup antara lain:
1. Pengadaan aksesibilitas dan akomodasi yang layak (reasonable accommodation);
2. Pendidikan, rehabilitasi, pelatihan dan penataran;
3. Pengembangan usaha-usaha ekonomi produktif mandiri;
4. Perluasan kesempatan kerja dan lapangan kerja bagi tunanetra;
5. Pelayanan kesehatan dan kesejahteraan keluarga;
6. Pelayanan bantuan hukum;
7. Kampanye kepedulian dan penyuluhan masyarakat mengenai ketunanetraan.


BAB III
KEANGGOTAAN

Pasal 4
1. Syarat menjadi anggota biasa:
a. Warga Negara Indonesia yang tunanetra;
b. Berusia sekurang-kurangnya tujuh belas tahun atau sudah menikah;
c. Menyatakan kesediaan untuk menaati segala ketentuan Organisasi;
d. Mendaftarkan diri sebagai anggota Pertuni.
2. Syarat menjadi anggota mitra bakti:
a. Warga Negara Indonesia yang awas;
b. Berusia sekurang-kurangnya tujuh belas tahun;
c. Menyatakan kesediaan secara tertulis untuk berperan serta aktif dalam perjuangan Pertuni;
d. Mendaftarkan diri sebagai anggota Pertuni.
3. Syarat menjadi anggota kehormatan:
a. Telah menunjukan jasa yang luar biasa dalam upaya memajukan dan menyejahterakan tunanetra, baik di tingkat kabupaten/kota, propinsi, ataupun nasional;
b. Menyatakan kesediaan secara tertulis untuk menjadi anggota Pertuni atas permintaan Pengurus Pertuni.
4. Tunanetra yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah dapat menjadi anggota binaan.




Pasal 5
Orang tunanetra yang ingin menjadi anggota dan telah memenuhi persyaratan sebagaimana disebut dalam pasal 4 ayat 1 Anggaran Rumah Tangga ini mengajukan permohonan kepada:
1. DPC;
2. DPD, bagi mereka yang tinggal di wilayah Kota/Kabupaten yang belum ada Cabang Pertuninya;
3. DPD atau DPC terdekat, bagi mereka yang berdomisili di wilayah suatu propinsi yang belum mempunyai unit-unit kepengurusan Pertuni.

Pasal 6
Orang awas yang berminat menjadi anggota Mitra bakti dan telah memenuhi persyaratan sebagaimana disebut dalam pasal 4 ayat 2 Anggaran Rumah Tangga ini mengajukan permohonan kepada DPC, DPD atau DPP sesuai dengan tempat pengabdiannya.

Pasal 7
1. Pengangkatan anggota kehormatan tingkat nasional dinyatakan dengan penerbitan surat keputusan oleh Ketua Umum.
2. Pengangkatan anggota kehormatan tingkat propinsi dinyatakan dengan penerbitan surat keputusan oleh Ketua Daerah.
3. Pengangkatan anggota kehormatan tingkat kabupaten/kota dinyatakan dengan penerbitan surat keputusan oleh Ketua Cabang.

Pasal 8
1. Kartu Tanda Anggota Pertuni (KTAP) dikeluarkan oleh Ketua Cabang menggunakan blangko yang dibakukan oleh DPP.
2. Nomor KTAP terdiri dari nomor urut Pertuni Daerah, nomor urut Pertuni Cabang, nomor urut anggota, dan huruf B untuk anggota biasa, dan huruf M untuk anggota mitra bakti serta Huruf K untuk Anggota Kehormatan#.
3. Nomor urut Pertuni Daerah dan Pertuni Cabang dapat dilihat dari daftar Daerah dan Cabang pada website Pertuni (www.pertuni.org).
4. Contoh nomor KTAP: 01.02.003.B

Pasal 9
Setiap anggota Pertuni berkewajiban:
1. Mematuhi segala ketetapan dan peraturan Organisasi;
2. Menjunjung tinggi kehormatan Organisasi.
3. Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan organisasi.


Pasal 10
1. Setiap anggota biasa berhak:
a. Memilih dan dipilih;
b. Memperoleh prioritas menikmati hasil-hasil perjuangan Organisasi;
c. Memperoleh pendampingan, pembelaan dan perlindungan terhadap perlakuan diskriminasi yang dilakukan oleh masyarakat.
d. Membela diri bila diberhentikan dari keanggotaan.
2. Setiap anggota mitra bakti berhak:
a. Memilih;
b. Menikmati hasil-hasil perjuangan Organisasi;
c. Memangku jabatan-jabatan kepengurusan non-inti yang jumlahnya tidak lebih dari sepertiga jumlah keseluruhan anggota pengurus;
d. Membela diri bila diberhentikan dari keanggotaan.
3. Setiap anggota kehormatan berhak:
a. Menghadiri kegiatan-kegiatan Organisasi;
b. Hadir dalam Munas, Musda atau Muscab sebagai nara sumber;
c. Memberikan saran dan pendapat;
d. Menerima penjelasan tentang perkembangan Organisasi.

Pasal 11
Anggota biasa, mitra bakti dan anggota kehormatan kehilangan status keanggotaannya karena:
1. Permintaan sendiri yang diajukan secara tertulis;
2. Tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai anggota dan/ atau mencemarkan nama baik Organisasi.


BAB IV
PEMBENTUKAN PERTUNI DAERAH DAN PERTUNI CABANG

Pasal 12
1. Pertuni Daerah dibentuk oleh DPP dengan surat keputusan Ketua Umum.
2. Pertuni Daerah dapat dibentuk secara definitive melalui penyelenggaraan Musda apabila di propinsi yang bersangkutan sudah terbentuk sekurang-kurangnya dua Pertuni Cabang.
3. Sebelum Musda dapat terlaksana, Pertuni Daerah yang baru terbentuk tersebut dipimpin oleh Penjabat Ketua Daerah yang diangkat dengan surat keputusan Ketua Umum.
4. Penjabat Ketua Daerah mempunyai wewenang:
a. Membentuk Pertuni Cabang di wilayahnya;
b. Mengangkat Penjabat Ketua Cabang.

Pasal 13
1. Pertuni Cabang dibentuk oleh DPD dengan surat keputusan Ketua Daerah, atau oleh DPP dengan Surat Keputusan Ketua Umum apabila karena suatu sebab di propinsi yang bersangkutan belum terbentuk Pertuni Daerah.
2. Cabang dapat dibentuk apabila di kota/kabupaten yang bersangkutan sudah ada sekurang-kurangnya empat orang tunanetra.
3. Sebelum Muscab dapat dilaksanakan, Pertuni Cabang yang baru terbentuk itu dipimpin oleh Penjabat Ketua Cabang yang diangkat oleh Ketua DPD dengan surat keputusan Ketua Daerah atau oleh DPP dengan Surat Keputusan Ketua Umum apabila karena suatu sebab di propinsi yang bersangkutan belum terbentuk Pertuni Daerah.








BAB V
TATA LAKSANA KEPENGURUSAN

Pasal 14
1. Ketua Umum mengangkat dan memberhentikan:
a. Personalia DPP;
b. Penjabat Ketua Daerah dan atau Penjabat Ketua Cabang apabila karena suatu sebab di propinsi yang bersangkutan belum terbentuk Pertuni Daerah.
c. Personalia nonstruktural DPP;
d. Karyawan dilingkup DPP;
e. Pimpinan unit-unit usaha Organisasi tingkat pusat;
f. Personalia berbagai kepanitiaan tingkat pusat;
g. Anggota kehormatan.
2. Ketua Umum membentuk:
a. Kelengkapan struktur DPP;
b. Pertuni Daerah dan atau Pertuni Cabang apabila karena suatu sebab di propinsi yang bersangkutan belum terbentuk Pertuni Daerah.
c. Unit-unit usaha Organisasi tingkat pusat;
d. Kepanitiaan tingkat pusat.
3. Ketua Umum mengukuhkan Ketua Daerah dan Ketua Deperda yang ditetapkan dalam Musda dan atau yang diputuskan melalui Rapat Gabungan tingkat daerah.
4. Selambat-lambatnya satu bulan sesudah ditetapkan, Ketua Umum sudah membentuk sekurang-kurangnya pengurus inti DPP dan menyampaikannya kepada:
a. internal organisasi dari tingkat pusat sampai cabang, dan
b. eksternal organisasi meliputi instansi pemerintah dan nonpemerintah terkait.
5. Ketua Umum menjabarkan Garis Besar Program Pertuni menjadi program tahunan DPP.
6. Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan eksekutif, Ketua Umum:
a. Menetapkan peraturan-peraturan Organisasi sesuai dengan kebutuhan;
b. Memberi pedoman, petunjuk, pengarahan, dan mengkoordinasi pelaksanaan tugas para pejabat dan staff DPP;
c. Merintis terbukanya sektor-sektor kegiatan baru.

Pasal 15
Ketua I bertanggung jawab atas kegiatan di bidang:
1. Kerjasama dengan Pemerintah dan lembaga Negara;
2. Kerjasama dengan Organisasi sosial politik, organisasi kemasyarakatan, badan-badan/organisasi-organisasi sosial di tingkat pusat;
3. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan masyarakat;
4. Menjalin hubungan dan kerjasama dengan lembaga dan organisasi sosial di luar negeri;
5. Pembinaan Organisasi tingkat pusat, daerah, dan cabang meliputi:
a. Kaderisasi;
b. Pembinaan profesi;
c. Pembinaan pelajar/mahasiswa, pemuda dan perempuan;
6. Advokasi.




Pasal 16
Ketua II bertanggung jawab atas kegiatan di bidang sosial, ekonomi dan budaya yang meliputi :
1. Pendidikan formal dan non formal;
2. Rehabilitasi;
3. Pelatihan;
4. Ketenagakerjaan;
5. Kesehatan dan kesejahteraan keluarga;
6. Koperasi dan usaha-usaha ekonomi lainnya;
7. Kesenian, olahraga dan rekreasi;
8. Perumahan.
9. Pembinaan Mental Dan Spiritual.

Pasal 17
Ketua III bertanggung jawab dalam bidang Komunikasi Dan Informasi serta penelitian dan pengembangan, yang sekurang-kurangnya meliputi :
a. Pendataan dan penyediaan informasi tentang ketunanetraan;
b. Diversifikasi alat Bantu tunanetra.
c. Publikasi dan sosialisasi organisasi.


Pasal 18
Sekretaris Jenderal bertanggung jawab dalam bidang kesekretariatan umum yang mencakup:
1. Kegiatan-kegiatan di bidang kesekretariatan yang meliputi: administrasi, kerumahtanggaan dan protokoler organisasi;
2. Penyelenggaraan rapat-rapat DPP dan rapat gabungan.
3. Menyusun Laporan semester dan tahunan;
4. Pengelolaan arsip dan dokumentasi.

Pasal 19
Bendahara Umum bertanggung jawab dalam bidang keuangan dan kekayaan Organisasi yang mencakup kegiatan:
1. Penyelenggaraan tertib administrasi keuangan di tingkat pusat;
2. Penyelenggaraan inventarisasi kekayaan DPP yang meliputi rincian data mengenai ciri-ciri, jenis, jumlah, nilai, tempat kedudukan dan semacamnya;
3. Penyusunan Rencana anggaran pendapatan dan belanja tahunan yang dikaitkan dengan program kerja tahunan Pertuni Pusat;
4. Pengendalian kegiatan penggalian dana dan penggunaannya sesuai dengan anggaran pendapatan dan belanja Organisasi yang ditetapkan;
5. Pendayagunaan asset-asset organisasi untuk menghasilkan dana organisasi;
6. Pembinaan DPD dan DPC dalam bidang keuangan.

Pasal 20
1. Ketua Daerah mengangkat dan memberhentikan:
a. Personalia DPD;
b. Penjabat Ketua Cabang;
c. Personalia nonstruktural DPD;
d. Karyawan dilingkup DPD;
e. Pimpinan unit-unit usaha Organisasi tingkat propinsi;
f. Personalia berbagai kepanitiaan tingkat propinsi.
2. Ketua Daerah membentuk:
a. Kelengkapan struktur DPD;
b. Pertuni Cabang;
c. Unit-unit usaha Organisasi tingkat propinsi;
d. Kepanitiaan tingkat Propinsi.

3. Ketua Daerah mengukuhkan Ketua Cabang dan Ketua Depercab yang ditetapkan dalam Muscab.
4. Selambat-lambatnya satu bulan setelah ditetapkan, Ketua Daerah sudah membentuk sekurang-kurangnya pengurus inti DPD dan menyampaikannya kepada:
a. internal organisasi di tingkat pusat, daerah bersangkutan dan cabang diwilayahnya, dan
b. eksternal organisasi yang meliputi instansi pemerintah dan nonpemerintah serta pihak-pihak lain yang terkait di tingkat propinsi yang bersangkutan.
4. Ketua Daerah menjabarkan Program Kerja lima tahunan Daerah menjadi program kerja tahunan DPD.
5. Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan eksekutif, Ketua Daerah:
a. Memberi pedoman, petunjuk, pengarahan, dan mengkoordinasi pelaksanaan tugas para pejabat dan staf dilingkup DPD;
b. Merintis terbukanya sektor-sektor kegiatan baru.

Pasal 21
1. Wakil Ketua Daerah melaksanakan sebagian tugas Ketua Daerah sebagaimana didelegasikan oleh Ketua Daerah.
2. Wakil Ketua Daerah bertanggung jawab penuh atas kepemimpinan umum Daerah selama Ketua Daerah berhalangan sementara dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya.

Pasal 22
Sekretaris Daerah bertanggung jawab dalam bidang kesekretariatan umum tingkat propinsi yang mencakup:
1. Kegiatan-kegiatan di bidang kesekretariatan yang meliputi: administrasi, kerumahtanggaan dan protokoler organisasi;
2. Penyelenggaraan rapat-rapat DPD dan rapat gabungan Daerah;
3. Menyusun Laporan semester dan tahunan DPD;
4. Pengelolaan arsip dan dokumentasi DPD.

Pasal 23
Bendahara Daerah bertanggung jawab dalam bidang keuangan dan kekayaan organisasi tingkat propinsi yang mencakup kegiatan:
1. Penyelenggaraan tertib administrasi keuangan di tingkat propinsi;
2. Penyelenggaraan inventarisasi kekayaan DPD yang meliputi rincian data mengenai ciri-ciri, jenis, jumlah, nilai, tempat kedudukan dan semacamnya;
3. Penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja tahunan DPD yang dikaitkan dengan program kerja tahunan DPD;
4. Pengendalian kegiatan penggalian dana dan penggunaannya sesuai dengan anggaran pendapatan dan belanja DPD yang ditetapkan;
5. Pendayagunaan asset-asset DPD untuk menghasilkan dana organisasi;
6. Pembinaan DPC di wilayahnya dalam bidang keuangan.

Pasal 24
Dalam hal Ketua Daerah membentuk biro-biro, tugas Ketua Biro adalah mengurusi pelaksanaan program tertentu di tingkat Daerah.


Pasal 25
1. Ketua Cabang mengangkat dan memberhentikan:
a. Personalia DPC;
b. Personalia nonstruktural DPC, bila diperlukan;
c. Karyawan dilingkup DPC;
d. Pimpinan unit-unit usaha organisasi tingkat kota/kabupaten bila diperlukan;
e. Personalia berbagai kepanitiaan tingkat cabang.
2. Ketua Cabang membentuk:
a. Kelengkapan struktur DPC;
b. Unit-unit usaha Organisasi tingkat cabang bila diperlukan;
c. Kepanitiaan tingkat cabang.
3. Selambat-lambatnya satu bulan setelah ditetapkan, Ketua Cabang sudah membentuk sekurang-kurangnya pengurus inti DPC dan menyampaikannya kepada:
a. internal organisasi di tingkat pusat dan daerah setempat;
b. eksternal organisasi yang meliputi instansi pemerintah dan nonpemerintah kota/kabupaten serta pihak-pihak lain yang terkait.
4. Ketua Cabang menjabarkan Program Kerja Lima Tahunan Cabang menjadi program kerja tahunan DPC.
5. Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan eksekutif, Ketua Cabang memberi pedoman, petunjuk, pengarahan, dan mengkoordinasi pelaksanaan tugas para pejabat dan staf dilingkup DPC;
6. Ketua Cabang merintis terbukanya sektor-sektor kegiatan baru.

Pasal 26
Dalam hal Ketua Cabang mengangkat Wakil Ketua Cabang, tugas Wakil Ketua Cabang adalah sebagai berikut:
1. Wakil Ketua Cabang melaksanakan sebagian tugas Ketua Cabang sebagaimana didelegasikan oleh Ketua Cabang.
2. Wakil Ketua Cabang bertanggung jawab penuh atas kepemimpinan umum Cabang selama Ketua Cabang berhalangan sementara dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya.
3. Wakil Ketua Cabang merupakan salah seorang pengurus inti Cabang.
Pasal 27
Sekretaris Cabang bertanggung jawab dalam bidang kesekretariatan tingkat cabang yang mencakup:
1. Kegiatan-kegiatan di bidang kesekretariatan yang meliputi: administrasi, kerumahtanggaan dan protokoler organisasi di tingkat cabang;
2. Penyelenggaraan rapat-rapat DPC, rapat gabungan Cabang dan rapat anggota;
3. Menyusun Laporan semester dan tahunan DPC.

Pasal 28
Bendahara Cabang bertanggung jawab dalam bidang keuangan dan kekayaan organisasi tingkat kota/kabupaten yang mencakup kegiatan:
1. Penyelenggaraan tertib administrasi keuangan di tingkat kota/kabupaten;
2. Penyelenggaraan inventarisasi kekayaan DPC yang meliputi rincian data mengenai ciri-ciri, jenis, jumlah, nilai, tempat kedudukan dan semacamnya;
3. Penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja tahunan yang dikaitkan dengan program kerja tahunan DPC;
4. Pengendalian kegiatan penggalian dana dan penggunaannya sesuai dengan anggaran pendapatan dan belanja DPC yang ditetapkan;
5. Pendayagunaan asset-asset DPC untuk menghasilkan dana organisasi di tingkat kota/kabupaten;

Pasal 29
Dalam hal Ketua Cabang membentuk seksi-seksi, tugas Ketua Seksi adalah mengurusi pelaksanaan program tertentu di tingkat Cabang.

Pasal 30
Penjabat Ketua Daerah berwenang:
1. Mengangkat dan memberhentikan:
a. Penjabat Sekretaris dan Penjabat Bendahara Daerah, serta pejabat lainnya jika dibutuhkan;
b. Penjabat Ketua Cabang;
2. Membentuk:
a. Pertuni Cabang;
b. Panitia Musda.
3. a. Penjabat Ketua Daerah berkewajiban melaporkan kegiatannya secara berkala sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada Ketua Umum.
b. Penjabat Ketua Daerah bertanggung jawab atas terselenggaranya Musda apabila telah terbentuk tiga Pertuni Cabang di wilayahnya.

Pasal 31
1. Penjabat Ketua Cabang berhak mengangkat dan memberhentikan Penjabat Sekretaris Cabang dan Penjabat Bendahara Cabang serta Penjabat DPC lainnya sesuai dengan kebutuhan.
2. Penjabat pengurus cabang ini berfungsi sebagai panitia Muscab.
3. Penjabat Ketua Cabang berkewajiban menyampaikan laporan kegiatannya secara berkala sekurang-kurangnya tiga bulan sekali kepada Ketua Daerah/Penjabat Ketua Daerah atau Ketua Umum yang mengangkatnya.


BAB VI
FUNGSI KEPENGAWASAN DEWAN PERTIMBANGAN

Pasal 32
1. Ketua Deperpus membentuk Tim Verifikasi jika diperlukan.
2. Dalam rangka menjalankan kepengawasan, Deperpus berhak:
a. Memperoleh akses terhadap arsip-arsip Organisasi;
b. Meminta klarifikasi kepada pengurus dan/atau karyawan DPP;
c. Menghadiri Rapat Gabungan.
3. Ketua Deperpus berkewajiban:
a. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas anggota-anggotanya;
b. Mengadakan rapat Deperpus secara berkala sekurang-kurangnya lima bulan sekali;
c. Menyampaikan saran perbaikan jika ditemukan gejala-gejala penyimpangan tugas DPP;
d. Menyampaikan teguran korektif jika ditemukan bukti-bukti penyimpangan oleh DPP;
e. Menyampaikan laporan kepada Munas.
4. Ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal ini berlaku secara mutatis mutandis (dengan penyesuaian seperlunya) bagi Ketua Deperda dan Ketua Depercab.



BAB VII
PELIMPAHAN WEWENANG

Pasal 33
1. Apabila Ketua Umum berhalangan “sementara” untuk melaksanakan tugas-tugas rutinnya, maka wewenang dan tanggung jawabnya dilimpahkan kepada salah seorang pengurus Inti yang ditunjuk oleh Ketua Umum dengan sepengetahuan Deperpus.
2. Dalam keadaan darurat dimana Ketua Umum tidak dapat lagi melaksanakan tugasnya “secara tetap”, maka Rapat Gabungan menetapkan salah satu pengurus inti sebagai Penjabat Ketua Umum yang berkewajiban meneruskan tugas dan tanggung jawab Ketua Umum hingga Munas berikutnya.
3. Ketentuan-ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal ini berlaku pula secara mutatis mutandis bagi Pertuni Daerah dan Pertuni Cabang.

Pasal 34
1. Dalam keadaan tertentu di mana Ketua Umum tidak layak melanjutkan jabatannya hingga akhir masa baktinya, penggantiannya dapat dilakukan dalam dan oleh Rapat Gabungan tingkat Pusat.
2. Ketua Umum dapat ditetapkan sebagai tidak layak melanjutkan jabatannya hingga akhir masa baktinya apabila sekurang-kurangnya 75 persen dari anggota Rapat Gabungan yang hadir sepakat tentang ketidaklayakan tersebut.
3. Rapat Gabungan untuk menetapkan ketidaklayakan Ketua Umum melanjutkan jabatannya harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 75 persen dari jumlah anggota Rapat Gabungan.
4. Ketua Umum dapat ditetapkan sebagai tidak layak melanjutkan jabatannya apabila memenuhi salah satu dari criteria berikut:
a. Terbukti tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai Ketua Umum tanpa alasan yang dapat diterima dan tanpa pendelegasian wewenangnya selama enam bulan berturut-turut.
b. Terbukti melakukan perbuatan yang merugikan Pertuni dan/atau mencemarkan nama baik Pertuni.
4. Ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal ini berlaku secara mutatis mutandis (dengan penyesuaian seperlunya) bagi Ketua Daerah dan Ketua Cabang.
5. Dalam keadaan tertentu di mana mekanisme Rapat Gabungan tingkat Daerah tidak berfungsi, penggantian Ketua Daerah dapat dilakukan melalui Musda Luar Biasa.
6. Dalam hal diperlukan penyelenggaraan Musda Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat 5, DPD wajib berkonsultasi ke DPP.
7. Dalam keadaan tertentu di mana mekanisme Rapat Gabungan tingkat Cabang tidak berfungsi, penggantian Ketua Cabang dapat dilakukan melalui Muscab Luar Biasa.
8. Dalam hal diperlukan penyelenggaraan Muscab Luar Biasa sebagaimana dimaksud pada ayat 7, DPC wajib berkonsultasi ke DPD dan atau ke DPP, apabila DPD yang bersangkutan belum terbentuk atau mengalami kevakuman.


BAB VIII
JABATAN RANGKAP

Pasal 35
1. Personalia Deperpus, Deperda dan Depercab dapat merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pengurus pada jenjang keorganisasian yang berbeda.
2. Personalia DPP, DPD dan DPC dapat merangkap jabatan sebagai anggota Dewan Pertimbangan pada jenjang keorganisasian yang berbeda.


BAB IX
TATA LAKSANA MUSYAWARAH dan RAPAT

Pasal 36
1. Semua rapat dan musyawarah diselenggarakan secara tertib berdasarkan semangat kebersamaan, kekeluargaan dan keterbukaan.
2. Semua keputusan rapat/musyawarah diambil berdasarkan kemufakatan bersama atau atas dasar suara terbanyak.

Pasal 37
1. Rapat pengurus inti DPP, DPD dan DPC diadakan secara berkala sekurang-kurangnya tiga bulan sekali.
2. Rapat pengurus lengkap DPP, DPD dan DPC diadakan secara berkala sekurang-kurangnya enam bulan sekali.
3. Ketua dan/atau Sekretaris Deperpus hadir dalam rapat pengurus lengkap DPP.
4. Ketua dan/atau Sekretaris Deperda hadir dalam rapat pengurus lengkap DPD.
5. Ketua dan/atau Sekretaris Depercab hadir dalam rapat pengurus lengkap DPC.
6. Sewaktu-waktu, untuk keputusan yang memungkinkan, rapat pengurus inti dan rapat pengurus lengkap dapat dilaksanakan melalui dunia maya, baik email maupun social media.


Pasal 38
1. Rapat Gabungan diadakan sekurang-kurangnya satu tahun sekali.
2. Rapat gabungan direncanakan bersama oleh Ketua Umum dan Ketua Deperpus dan dihadiri oleh seluruh anggota DPP dan seluruh anggota Deperpus.
3. Rapat Gabungan pertama dalam suatu periode kepengurusan dilaksanakan selambat-lambatnya tiga bulan sesudah Munas.
4. Rapat gabungan diadakan antara lain untuk :
a. Membahas program kerja tahunan;
b. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja tahunan Organisasi;
c. Melakukan evaluasi kinerja organisasi.
d. Menilai kelayakan kepemimpinan Ketua Umum apabila terdapat indikasi atau ada keluhan tentang ketidaklayakan
e. Menetapkan Penjabat Ketua Umum dan/atau Penjabat Ketua Deperpus apabila Ketua Umum dan/atau Ketua Deperpus berhalangan tetap;
5. Ketentuan pada Ayat 1 hingga Ayat 4 pasal ini secara mutatis mutandis berlaku pula untuk Rapat Gabungan Daerah dan Rapat Gabungan Cabang.
6. Rapat Gabungan dapat mengusulkan kepada Ketua Umum untuk memberikan tanda penghargaan kepada :
a. Tunanetra yang telah menunjukkan hasil kerja yang inovatif dan bermanfaat bagi orang banyak.
b. Tokoh Masyarakat bukan tunanetra yang berjasa luar biasa untuk memajukan kehidupan para tunanetra di Indonesia.

Pasal 39
1. Ketua Umum bertanggung jawab atas terselenggaranya Munas.
2. Dalam menilai laporan pertanggungjawaban Ketua Umum selama masa baktinya, Munas memperhatikan antara lain:
a. Kepemimpinan eksekutifnya secara umum;
b. Pelaksanaan program kerja DPP berdasarkan Garis Besar Program Pertuni;
c. Pengelolaan keuangan dan kekayaan Organisasi.
3. Dalam hal Munas memilih Ketua Umum, pemilihan dilaksanakan secara langsung, bebas dan rahasia.
4. Dalam hal Ketua Umum terpilih berdomisili di luar ibu kota negara, Pertuni Pusat berkewajiban menyediakan biaya transportasi baginya sesuai dengan kemampuan keuangan Pertuni Pusat.
5. Dalam hal Munas menetapkan Garis Besar Program Pertuni untuk jangka waktu lima tahun berikutnya, GBPP disusun berdasarkan visi dan misi Pertuni.
6. a. Untuk memperlancar persiapan dan penyelenggaraan Munas di bidang yang bersifat administratif dan substantif, Ketua Umum membentuk panitia Munas selambat-lambatnya enam bulan sebelum Munas diselenggarakan.
b. Semua biaya penyelenggaraan Munas menjadi tanggung jawab Panitia Munas dan DPP.
c. Sisa keuangan atau bentuk lain dari penyelenggaraan Munas diserahkan kepada DPP.
d. Selambat-lambatnya tiga bulan sesudah Munas berakhir, ketua panitia Munas mempertanggungjawabkan tugasnya kepada Ketua Umum.
e. Atas dasar laporan pertanggungjawaban ketua panitia Munas, Ketua Umum membubarkan panitia Munas.

Pasal 40
1. Munas Luar Biasa adalah Munas yang diselengarakan di luar waktu yang seharusnya.
2. Munas Luar Biasa diselenggarakan berdasarkan keputusan Rapat Gabungan tingkat Pusat yang disetujui oleh tiga perempat dari jumlah DPD.
3. Dalam hal DPD menyampaikan persetujuan tentang akan diselenggarakannya Munas Luar Biasa, persetujuan tersebut :
a. Diputuskan dalam rapat gabungan;
b. Disampaikan kepada DPP secara tertulis.

Pasal 41
Munas Luar Biasa hanya dapat dilaksanakan untuk Membubarkan organisasi Pertuni.



Pasal 42
1. Pertuni Daerah yang telah mempunyai tiga Cabang wajib melaksanakan Musda.
2. Dalam menilai laporan pertanggungjawaban Ketua Daerah selama masa baktinya, Musda memperhatikan antara lain:
a. Kepemimpinan eksekutifnya secara umum di Tingkat Propinsi;
b. Pelaksanaan program kerja lima tahunan DPD;
c. Pengelolaan keuangan dan kekayaan Organisasi di Tingkat Propinsi.
3. Dalam hal Musda memilih Ketua Daerah, pemilihan dilaksanakan secara langsung, bebas dan rahasia.
4. Dalam hal Ketua Daerah terpilih berdomisili di luar ibu kota Propinsi dan tempat kedudukan DPD berada di Ibu kota propinsi, Pertuni Daerah berkewajiban menyediakan akomodasi baginya.
5. Dalam hal Musda menetapkan Garis Besar Program Pertuni Daerah untuk jangka waktu lima tahun berikutnya, GBPPD disusun berdasarkan Garis Besar Program Pertuni (GBPP) Pertuni yang disesuaikan dengan kepentingan dan prioritas Daerah.
6. Ketua Umum atau anggota DPP yang mewakilinya hadir dalam Musda untuk :
a. Narasumber atau konsultan Musda;
b. Pengarah dan Pengawas Musda;
c. Melantik Ketua Daerah dan Ketua Deperda terpilih;
7. Dalam hal Musda mengalami kebuntuan dalam pengambilan keputusan, DPP dapat mengambil alih kepemimpinan Musda.
8. a. Untuk memperlancar persiapan dan penyelenggaraan Musda di bidang yang bersifat administratif dan substantif, Ketua Daerah membentuk panitia Musda selambat-lambatnya enam bulan sebelum Musda diselenggarakan.
b. Semua biaya penyelenggaraan Musda menjadi tanggung jawab Panitia Musda dan DPD.
c. Sisa keuangan atau bentuk lain dari penyelenggaraan Musda diserahkan kepada DPD.
d. Selambat-lambatnya tiga bulan sesudah Musda berakhir, ketua panitia Musda mempertanggungjawabkan tugasnya kepada Ketua Daerah terpilih.
e. Atas dasar laporan pertanggungjawaban ketua panitia Musda, Ketua Daerah membubarkan panitia Musda.

Pasal 43
1. Dalam keadaan Pertuni Daerah tidak dapat menyelenggarakan Musda sebagaimana lazimnya, Rapat Gabungan dapat memutuskan untuk menyelenggarakan Musda Alternatif.
2. Yang dimaksud dengan Musda Alternatif adalah cara penyelenggaraan Musda yang dilakukan tanpa peserta harus bertemu secara tatap muka.
3. Cara alternatif untuk melaksanakan Musda sebagaimana disebut dalam pasal ini dirumuskan dalam Rapat Gabungan tingkat Daerah dan disetujui oleh Ketua Umum.
Pasal 44
1. Musda Luar Biasa adalah Musda yang diselenggarakan di luar waktu yang seharusnya.
2. Musda Luar Biasa dapat diselenggarakan berdasarkan prakarsa DPC yang disetujui oleh 50 persen plus 1 dari jumlah DPC di Daerah yang bersangkutan, dan disetujui oleh Ketua Umum.
3. Wewenang Musda Luar Biasa adalah mengubah Keputusan dan/atau ketetapan Musda.

Pasal 45
1. Pertuni Cabang yang telah mempunyai lima belas orang anggota wajib melaksanakan Muscab.
2. Ketua Cabang bertanggung jawab atas terselenggaranya Muscab.
3. Dalam menilai laporan pertanggungjawaban Ketua Cabang selama masa baktinya, Muscab memperhatikan antara lain:
a. Kepemimpinan eksekutifnya secara umum di Tingkat Kota/Kabupaten;
b. Pelaksanaan Program Kerja Lima Tahunan Cabang;
c. Pengelolaan keuangan dan kekayaan Organisasi Tingkat kota/kabupaten.
4. Dalam hal Muscab memilih Ketua Cabang, pemilihan dilaksanakan secara langsung, bebas dan rahasia.
5. Dalam hal Muscab menetapkan Garis Besar Program Pertuni Cabang untuk jangka waktu lima tahun berikutnya, Garis Besar Program Pertuni Cabag (GBPPC) disusun berdasarkan Garis Besar Program Pertuni (GBPP) dan Garis Besar Program Pertuni Daerah (GBPPD) yang disesuaikan dengan kepentingan dan prioritas Cabang.
6. Ketua Daerah atau anggota DPD yang mewakilinya hadir dalam Muscab untuk :
a. Narasumber atau konsultan Muscab;
b. Pengarah dan Pengawas Muscab;
c. Melantik Ketua Cabang dan Ketua Depercab terpilih;

7. Dalam hal Muscab mengalami kebuntuan dalam pengambilan keputusan, DPD dapat mengambil alih kepemimpinan Muscab.
8. a. Untuk memperlancar persiapan dan penyelenggaraan Muscab di bidang yang bersifat administratif dan substantif, Ketua Cabang membentuk panitia Muscab selambat-lambatnya enam bulan sebelum Muscab diselenggarakan.
b. Semua biaya penyelenggaraan Muscab menjadi tanggung jawab Panitia Muscab dan DPC.
c. Sisa keuangan atau bentuk lain dari penyelenggaraan Muscab diserahkan kepada DPC.
d. Selambat-lambatnya tiga bulan sesudah Muscab berakhir, panitia Muscab mempertanggungjawabkan tugasnya kepada Ketua Cabang terpilih.
e. Atas dasar laporan pertanggungjawaban panitia Muscab, Ketua Cabang membubarkan panitia Muscab.


Pasal 46
1. Muscab Luar Biasa adalah Muscab yang diselenggarakan di luar waktu yang seharusnya.
2. Muscab Luar Biasa dapat diselenggarakan berdasarkan prakarsa Anggota yang disetujui oleh 50 persen plus 1 dari jumlah Anggota di Cabang yang bersangkutan, dengan persetujuan Ketua Daerah.
3. Dalam hal terjadi kebuntuan untuk mendapatkan persetujuan Ketua Daerah, Anggota cabang dapat berkonsultasi dengan DPP untuk mendapatkan penyelesaiannya.
4. Wewenang Muscab Luar Biasa adalah mengubah Ketetapan Muscab.

Pasal 47
1. Rakernas diselenggarakan oleh DPP atas dasar keperluan.
2. Rakernas dimaksudkan untuk:
a. Komunikasi timbal-balik antara DPP dan DPD tentang program kerja yang telah, sedang dan akan dilaksanakan;
b. Upaya mencari solusi terhadap kendala baik yang dihadapi oleh pusat, daerah maupun cabang;
c. Membahas isu-isu strategis berskala nasional yang menyangkut kepentingan tunanetra dan/atau Organisasi;
d. Merumuskan hal-hal sebagaimana dimaksud pada butir a, b, dan c di atas menjadi prioritas program kerja organisasi berskala nasional.

Pasal 48
1. Rakerda diselenggarakan oleh DPD atas dasar keperluan.
2. Rakerda dimaksudkan untuk:
a. Komunikasi timbal-balik antara DPD dan DPC tentang program kerja yang telah, sedang dan akan dilaksanakan;
b. Upaya mencari solusi terhadap kendala baik yang dihadapi oleh daerah maupun cabang;
c. Membahas isu-isu strategis berskala propinsi yang menyangkut kepentingan tunanetra dan/atau Organisasi di tingkat Daerah;
d. Merumuskan hal-hal sebagaimana dimaksud pada butir a, b, dan c di atas menjadi prioritas program kerja organisasi berskala propinsi.

Pasal 49
1. Rapat Anggota diselenggarakan oleh DPC sekurang-kurangnya setahun sekali, disarankan dalam rangka memperingati hari jadi Pertuni.
2. Rapat Anggota merupakan wahana untuk antara lain:
a. Bersilaturahmi antar anggota beserta keluarganya;
b. Mengkomunikasikan program kerja tahunan Cabang kepada para anggota serta menghimpun aspirasi untuk menetapkan prioritas program kerja cabang di tahun berikutnya;
c. Mengevaluasi pelaksanaan dan pencapaian program kerja tahunan terdahulu;
d. Berbagi pengalaman, pengetahuan dan keterampilan di kalangan para anggota;
e. Mendiskusikan masalah-masalah yang berkembang di masyarakat yang terkait dengan ketunanetraan.

Pasal 50
Syarat-syarat calon Ketua Umum dan calon Ketua Deperpus:
1. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya selama lima tahun;
2. Berusia sekurang-kurangnya tiga puluh tahun;
3. Berpendidikan sekurang-kurangnya pendidikan SLTA;
4. Dapat berbahasa Indonesia dengan baik;
5. Dapat membaca dan menulis Braille atau tulisan besar (bagi yang kurang awas) atau dapat menggunakan komputer untuk keperluan membaca dan menulis;
6. Dalam hal calon Ketua Umum berdomisili di luar wilayah Jabodetabek, calon harus mempunyai akses ke computer dan Internet untuk memudahkan komunikasi;
7. Belum pernah tercemar namanya, baik secara hukum maupun secara moral.
8. Berperan aktif dalam gerakan disabilitas minimal di tingkat Nasional.

Pasal 51
Prosedur pencalonan Ketua Umum:
1. Bakal calon Ketua Umum diusulkan kepada Panitia Pengarah Munas oleh Pertuni Daerah atas masukan Cabang-cabang.
2. Penetapan bakal calon Ketua Umum oleh Pertuni Daerah dilakukan dalam dan oleh Rapat Gabungan.
3. Setiap DPD hanya dapat mengusulkan 1 nama Bakal Calon Ketua Umum, sedangkan DPP maksimal mengusulkan 2 nama Bakal Calon Ketua Umum.
4. Seorang bakal calon Ketua Umum dapat diajukan oleh Panitia Pengarah Munas sebagai calon Ketua Umum jika dia:
a. diusulkan oleh sekurang-kurangnya 5 (LIMA) pengusul,
b. memenuhi persyaratan calon Ketua Umum, dan
c. telah menandatangani formulir kesediaan dicalonkan sebagai Ketua Umum.
5. Semua bakal calon Ketua Umum disahkan menjadi calon Ketua Umum pada Sidang Paripurna Pertama Munas.
6. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Umum diatur dalam Tata-tertib Munas.

Pasal 52
1. Pemilihan Ketua Deperpus dilaksanakan dalam sidang paripurna Munas.
2. Calon Ketua Deperpus diusulkan secara tertulis di dalam Munas oleh para Ketua Daerah dan Ketua Deperda kepada Presidium Munas menjelang sidang paripurna pemilihan Ketua Deperpus.
3. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Deperpus diatur dalam Tata-tertib Munas.

Pasal 53
Syarat-syarat calon Ketua Daerah dan calon Ketua Deperda:
1. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya selama TIGA tahun;
2. Berusia sekurang-kurangnya dua puluh lima tahun;
3. Berpendidikan sekurang-kurangnya SLTP atau sederajat;
4. Dapat berbahasa Indonesia dengan baik;
5. Dapat membaca dan menulis Braille atau tulisan besar (bagi yang kurang awas) atau dapat menggunakan komputer untuk keperluan membaca dan menulis;
6. Belum pernah tercemar namanya, baik secara hukum maupun secara moral.
7. Dalam keadaan di mana tidak ada anggota Musda yang berusia sekurang-kurangnya 25 tahun dan atau yang berpendidikan SLTP atau lebih tinggi yang dapat/bersedia dicalonkan, maka syarat umur dan pendidikan bagi calon Ketua Daerah dan Ketua Deperda dapat diturunkan.

Pasal 54
Prosedur pencalonan Ketua Daerah:
1. Bakal calon Ketua Daerah diusulkan kepada Panitia Pengarah Musda oleh DPC dan DPD.
2. Setiap DPC hanya dapat mengusulkan satu nama bakal calon, sedangkan DPD dapat mengusulkan maksimal 2 bakal calon.
3. Penetapan bakal calon Ketua Daerah oleh DPC dan DPD dilakukan dalam dan oleh Rapat Gabungan.
4. Seorang bakal calon Ketua Daerah dapat diajukan oleh Panitia Pengarah Musda sebagai calon Ketua Daerah jika dia:
a. diusulkan oleh sekurang-kurangnya dua pengusul,
b. memenuhi persyaratan calon Ketua Daerah, dan
c. telah menandatangani formulir kesediaan dicalonkan sebagai Ketua Daerah.
5. Semua bakal calon Ketua Daerah disahkan menjadi calon Ketua Daerah pada Sidang Paripurna Musda.
6. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Daerah diatur dalam Tata-tertib Musda.

Pasal 55
1. Pemilihan Ketua Deperda dilaksanakan dalam sidang paripurna Musda.
2. Calon Ketua Deperda diusulkan secara tertulis di dalam Musda oleh para Ketua Cabang dan Ketua Depercab kepada Presidium Musda menjelang sidang paripurna pemilihan Ketua Deperda.
3. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Deperda diatur dalam Tata-tertib Musda.

Pasal 56
Syarat-syarat calon Ketua Cabang dan calon Ketua Depercab:
1. Telah menjadi anggota Pertuni sekurang-kurangnya selama DUA tahun;
2. Berusia sekurang-kurangnya dua puluh lima tahun;
3. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Dasar atau sederajat;
4. Dapat berbahasa Indonesia dengan baik;
5. Dapat membaca dan menulis Braille atau tulisan besar (bagi yang kurang awas) atau dapat menggunakan komputer untuk keperluan membaca dan menulis;
6. Belum pernah tercemar namanya, baik secara hukum maupun secara moral.

7. Dalam keadaan di mana tidak ada anggota Muscab yang berusia sekurang-kurangnya 25 tahun yang bersedia dicalonkan, maka syarat umur bagi calon Ketua Cabang dan Ketua Depercab dapat diturunkan.

Pasal 57
Prosedur pencalonan Ketua cabang:
1. Bakal calon Ketua cabang diusulkan oleh para peserta Muscab dalam sidang paripurna pertama MUSCAB .
2. Sidang Paripurna Pertama Muscab mengesahkan sebanyak banyaknya 4 (empat) orang bakal calon dengan pengusul terbanyak.
3. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Cabang diatur dalam Tata-tertib Muscab.

Pasal 58
1. Pemilihan Ketua Depercab dilaksanakan dalam sidang paripurna Muscab.
2. Calon Ketua Depercab diusulkan oleh para anggota Muscab kepada Presidium Muscab menjelang sidang paripurna pemilihan Ketua Depercab.
3. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Depercab diatur dalam Tata-tertib Muscab.

BAB X
KEKAYAAN ORGANISASI

Pasal 59
Setiap harta kekayaan tidak bergerak berupa lahan tanah yang diperoleh Pertuni dari hasil transaksi pengadaan dan/atau hibah, bukti hak kepemilikannya diurus tuntas hingga menjadi sertifikat atas nama organisasi.

Pasal 60
1. Dana-dana yang diperoleh organisasi dari berbagai sumber, baik yang bersifat rutin maupun insidental, dikelola secara aman dengan menyimpanya di Bank Pemerintah dalam rekening atas nama Organisasi.
2. Dana-dana Organisasi yang belum digunakan untuk kegiatan operasional dihimpun menjadi dana abadi atau dikembangkan sebagai modal usaha, yang ketentuannya diputuskan oleh Rapat Gabungan.
3. Pencairan dana sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan 2 pasal ini hanya dapat dilakukan oleh Ketua Umum dan Bendahara Umum.
4. Sejumlah dana Organisasi dapat ditempatkan di kantor organisasi dalam bentuk kas kecil untuk memperlancar kegiatan Organisasi.
5. Dana-dana Organisasi dimanfaatkan secara terencana bagi pembiayaan kegiatan-kegiatan Organisasi, baik yang bersifat rutin maupun proyek.
6. Anggaran rutin tahunan meliputi mata anggaran antara lain:
a. Biaya operasional DPP dan Deperpus.
b. Biaya Kerumahtanggaan;
c. Biaya Kesekretariatan;
d. Biaya Perjalanan Dinas.
7. Anggaran proyek disusun sesuai dengan kebutuhan berdasarkan sebuah proposal.
8. Ketentuan sebagaimana disebut pada ayat 1 hingga ayat 7 pasal ini berlaku secara mutatis mutandis bagi Organisasi tingkat daerah maupun tingkat cabang.


BAB XI
MASA TRANSISI KEPEMIMPINAN ORGANISASI

Pasal 61
1. Wewenang dan tanggung jawab kepemimpinan ketua umum berakhir pada saat ketua umum usai menyampaikan laporan pertanggungjawabannya dalam forum Munas.
2. Sejak saat itu, seluruh harta kekayaan organisasi berada dalam kondisi “status quo”, dalam arti tidak dibenarkan terjadinya mutasi/transaksi.

Pasal 62
Dengan dilantiknya ketua umum terpilih dalam Munas, wewenang dan tanggung jawab kepemimpinan organisasi efektif beralih kepada ketua umum yang baru.

Pasal 63
Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari seusainya Munas, seluruh harta kekayaan organisasi yang berada dalam kondisi status quo diserahterimakan oleh mantan ketua umum kepada ketua umum yang baru.


Pasal 64
Harta kekayaan organisasi yang diserahterimakan mencakup:
1. Dana-dana organisasi: kas kecil, rekening giro, buku tabungan bank, sertifikat deposito, surat-surat berharga dan bentuk-bentuk surat piutang lain;
2. Harta kekayaan tidak bergerak (tanah dan bangunan) : sertifikat tanah, surat girik tanah, akta jual beli notariat, akta pengikatan jual beli notariat, perjanjian pengikatan jual-beli bermaterai (di bawah tangan), surat ukur tanah, surat izin mendirikan bangunan, bentuk-bentuk surat bukti kepemilikan lainnya.
3. Harta kekayaan bergerak (kendaraan bermotor) : BPKB, STNK, bentuk-bentuk dokumen lain yang sah.
4. Dokumen-dokumen : daftar dokumen yang ada, meliputi berkas surat menyurat, perjanjian-perjanjian kerjasama dengan pihak lain, catatan-catatan lain.
5. Peralatan kantor : daftar peralatan, meliputi komputer, meja tulis dan semacamnya.

Pasal 65
Pasal 65 , 50, 51, dan 52 di atas berlaku secara mutatis mutandis untuk DPD dan DPC.


BAB XII
ATRIBUT

Pasal 66
1. Lambang Persatuan Tunanetra Indonesia terdiri dari:
a. Lukisan induk: sepasang tangan sedang meraba buku Braille;
b. Buku sebagaimana disebutkan pada butir a di atas dalam posisi terbuka dengan lukisan sepasang sel sebagai tanda huruf Braille yang digambar pada sudut kanan dan kiri bagian atas dari halaman buku, dan serangkaian padi dan kapas dengan daun yang dihubungkan oleh rangkaian huruf ”awas” yang berbunyi ”PERTUNI”, terlukis melengkung membentuk lingkaran mengelilingi gambar tangan dan buku, memberat ke bawah;
c. Lukisan pelengkap: bola bumi dengan garis-garis lintang dan bujurnya sebagai latar belakang gambar tangan dan buku, serta sebuah pita bertulisan ” TAT TWAM ASI ” yang terpancang agak melengkung keluar dan dipasang pada sisi luar dari bagian bawah dasar lambang.
2. Lukisan tangan dan buku digambar melampaui garis tengah lingkaran bumi tetapi memberat ke bawah, sehingga dengan demikian lukisan lingkaran bumi menjadi memberat ke atas.
3. Lukisan-lukisan sebagaimana disebutkan pada ayat 1 dan 2 di atas digambar di atas dasar yang berbentuk persegi lima sama sisi dengan garis-garis tepinya agak melengkung keluar.

Pasal 67
Tata warna yang digunakan untuk lambang dan alasnya adalah:
1. Biru muda untuk dasar lambang (yang berbentuk segi lima sama sisi).
2. Biru tua untuk bola bumi
3. hitam untuk garis-garis pada lingkaran bumi, tanda Braille, tulisan PERTUNI dan TAT TWAM ASI.
4. Hijau untuk daun kapas.
5. Putih untuk gambar kapas dan buku.
6. Kuning emas untuk gambar tangan, rangkaian padi, tangkai penghubung gambar rangkaian kapas dan padi dengan tulisan PERTUNI, garis pemisah antara dasar lambang dan alasnya dan garis-garis tepi alas lambang.
Pasal 68

Lambang berikut landasannya merupakan pitaka (vandel) PERTUNI, dan dikibarkan sebagai :
1. Pengawal barisan.
2. Pengawal kegiatan kerja dan atau upacara-upacara organisasi dengan pemasangannya secara dipancangkan pada dinding ruangan.
3. Dalam hal dipergunakan sebagai tanda kenang-kenangan, penghormatan maupun persahabatan organisasi bagi pihak lain, lambang dapat dibuat dalam ukuran kecil sedangkan alasnya diubah menjadi berbentuk persegi tiga memanjang ke bawah.
4. Untuk digunakan pada piagam atau surat penghargaan, lambang dilukis di bagian tengah kertas sehingga menjadi latar belakang tulisan. Untuk maksud ini, dipergunakan satu warna ialah kuning emas tanpa menyertakan lukisan alasnya, sedangkan untuk garis pemisah antara bola bumi dengan gambar kapas-padi dan pita dibawahnya mengikuti warna kertas yang digunakan.

Pasal 69
1. Bendera PERTUNI berwujud lima garis yang melintang sejajar, sama tebal, berwarna biru tua yang dilukis pada alas berwarna biru muda, sehingga akan tampak seperti selang-seling antara garis biru tua dan biru muda.
2. Pada bendera tergambar lukisan induk dari lambang.
3. Perbandingan antara lebar dan panjang bendera adalah dua berbanding tiga.


Pasal 70
Emblim adalah lambang yang dipakai oleh anggota sebagai tanda pengenal.

Pasal 71
1. Badan-badan dan/atau Organisasi sosial yang bergerak di bidang ketunanetraan tidak dibenarkan menggunakan nama Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) berikut lambang, bendera dan emblimnya.
2. Penggunaan papan nama Pertuni sebagai Organisasi kemasyarakatan disesuaikan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.



BAB XIII
PERATURAN PERALIHAN

Pasal 72
Hal-hal lain yang menyangkut penyelenggaraan organisasi Pertuni yang belum diatur dan/atau belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan organisasi atau yang dipersamakan dengan itu melalui keputusan dan/atau ketetapan Ketua Umum atas dasar rapat gabungan sejauh hal tersebut tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 73
1. Amandemen pertama Anggaran Rumah Tangga ini dilakukan dalam Kongres Nasional I tahun 1971, amandemen kedua dilakukan dalam kongres Nasional II tahun 1980, amandemen ketiga dilakukan dalam Kongres Nasional tahun 1987, amandemen keempat dilakukan dalam Kongres/Munas IV tahun 1993, amandemen kelima dilakukan dalam Munas V tahun 1999, amandemen keenam dilakukan dalam Munas VI tahun 2004, dan amandemen ketujuh dilakukan dalam Munas VIII tahun 2014.
2. Ketetapan tentang Amandemen atas Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak saat ditetapkan.




Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 28 Agustus 2014


PIMPINAN SIDANG PARIPURNA IV
MUNAS VIII PERTUNI 2014


Ketua






(Usup Supendi)
Sekretaris






(Furqon Hidayat, S.Pd)



ANGGARAN DASAR

ANGGARAN DASAR

Rabu, Desember 31, 2014 0
ANGGARAN DASAR

PERSATUAN TUNANETRA INDONESIA (PERTUNI)

DIAMANDEMEN DALAM MUNAS VIII PERTUNI TAHUN 2014



MUKADIMAH

Bahwa sesungguhnya kecerdasan, kehidupan, keadilan dan kesejahteraan lahir batin adalah hak setiap manusia. Dan bahwa lemah atau tiadanya penglihatan tidak mengurangi hasrat manusia untuk maju. Oleh karena itu, tanpa mengurangi penghargaan atas jasa, kemauan baik, keikhlasan hati serta jerih payah yang sudah dan akan diberikan oleh saudara-saudara yang awas, kami para tunanetra menyatakan keyakinan bahwa perjuangan demi kehidupan, kesejahteraan dan nasib kaum tunanetra, pada hakekatnya adalah terutama kewajiban dan tanggung jawab orang tunanetra itu sendiri.
Bahwa hanya dengan mentalitas, sikap dan keyakinan demikian itulah, kami para tunanetra akan mampu memperjuangkan kesamaan hak dan partisipasi penuh demi mencapai kehidupan yang adil dan sejahtera.
Bahwa dalam perikehidupan yang demikian itulah kaum tunanetra dapat membina kepribadian yang sehat dan wajar, menjadi manusia mandiri yang berguna bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Dengan demikian kami para tunanetra akan menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan berperan serta dalam perjuangan bangsa untuk mencapai tata kehidupan negara dan masyarakat Pancasila serta kehidupan dunia yang tertib, damai dan berkeadilan sosial.
Untuk mewujudkan gagasan tersebut di atas, maka perlu dibina persaudaraan dan diperkokoh persatuan/kesatuan diantara para tunanetra serta dihimpun potensi mereka dalam suatu wahana perjuangan berdasarkan Pancasila.
Berdasarkan seluruh pokok pikiran di atas, maka pada tanggal 26 Januari 1966 di Solo didirikan Organisasi para tunanetra menurut “Memori Pendirian Organisasi Persatuan Tunanetra Indonesia”, dengan Anggaran Dasar sebagai berikut.












BAB I
NAMA, TEMPAT KEDUDUKAN DAN WAKTU
Pasal 1

Organisasi ini bernama Persatuan Tunanetra Indonesia disingkat “Pertuni”.

Pasal 2

Pertuni berkedudukan dalam negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan tempat kedudukan kepengurusan sebagai berikut:
1. Dewan Pengurus Pusat, disingkat “DPP Pertuni”, bertempat kedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
2. Dewan Pengurus Daerah Pertuni, disingkat “DPD Pertuni”, bertempat kedudukan di ibu kota propinsi.
3. Dewan Pengurus Cabang Pertuni, disingkat “DPC Pertuni”, bertempat kedudukan di wilayah Kota/kabupaten.
4. Apabila tempat kedudukan DPD Pertuni sebagaimana disebutkan pada ayat 2 di atppas, karena sebab tertentu sulit dilaksanakan, maka tempat kedudukan tersebut dapat ditetapkan di kota lain di wilayah propinsi yang bersangkutan dengan surat keputusan Ketua Umum.

Pasal 3

Pertuni didirikan pada tanggal 26 Januari 1966 dan akan terus berlangsung untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya.


BAB II
AZAS, CIRI DAN SIFAT
Pasal 4

Pertuni berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Pasal 5

Pertuni merupakan organisasi kemasyarakatan yang bercirikan upaya-upaya advokasi untuk pemajuan, perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak-hak asasi tunanetra sebagai warga Negara Indonesia.




Pasal 6

Pertuni bersifat sukarela, mandiri, nirlaba, dan demokratis.

BAB III
VISI, MISI, TUJUAN DAN FUNGSI
Pasal 7

Visi Pertuni adalah terwujudnya masyarakat inklusif dimana orang tunanetra dapat berpartisipasi penuh dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan bersama anggota masyarakat pada umumnya atas dasar keseteraan.

Pasal 8

Misi Pertuni adalah:
1. Mengupayakan kesamaan kesempatan pendidikan bagi orang tunanetra pada berbagai jenjang, baik di lembaga pendidikan khusus maupun di lembaga pendidikan umum dalam setting inklusi.
2. Mengupayakan tersedianya aksesibilitas lingkungan fisik agar orang tunanetra dapat menggunakan layanan public secara lebih mandiri dan aman.
3. Mengupayakan aksesibilitas informasi dan komunikasi agar orang tunanetra memperoleh kesamaan akses ke informasi dan komunikasi melalui berbagai format termasuk Braille, audio, tulisan besar (bagi low vision) dan teknologi computer
4. Mengupayakan perluasan kesempatan kerja bagi orang tunanetra pada segala bidang, baik melalui jalur khusus, system kuota maupun pasar kerja terbuka
5. Melakukan advokasi guna memastikan orang tunanetra mendapatkan hak asasinya sebagai warga negara dan mencegah berlakunya peraturan perundang-undangan yang diskriminatif terhadap orang tunanetra.
6. Mmembangun kesadaran publik mengenai hakikat ketunanetraan agar masyarakat memiliki pemahaman yang tepat tentang ketunanetraan dan bersikap positif serta suportif terhadap para tunanetra.
7. Membangun PERTUNI menjadi organisasi yang demokratis dan berdaya dari segi sumber daya manusia, dana, sarana maupun prasarana.

Pasal 9

Pertuni bertujuan mewujudkan keadaan yang kondusif bagi setiap orang tunanetra untuk menjalankan kehidupannya sebagai manusia dan warga negara Indonesia yang cerdas, mandiri dan produktif tanpa diskriminasi dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.


Pasal 10

Pertuni berfungsi sebagai wahana:
1. Penyalur aspirasi kaum tunanetra;
2. Komunikasi sosial antar anggota dan komunikasi dengan masyarakat, organisasi kekuatan sosial politik, Badan Permusyawaratan / Perwakilan Rakyat dan Pemerintah;
3. Perlindungan dan pembelaan hak-hak kaum tunanetra;
4. Pembinaan jasmani dan rohani kaum tunanetra;
5. Pengembangan pendidikan dan kekaryaan kaum tunanetra;
6. Peningkatan taraf kesejahteraan ekonomi dan sosial budaya kaum tunanetra;
7. Pembimbingan dan pengarahan bagi kaum tunanetra dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
8. Pembangkitan dan penggalangan kepedulian serta pengertian masyarakat luas terhadap kaum tunanetra;
9. Pengembangan kemitraan dengan lembaga pemerintah, lembaga suasta serta masyarakat.

BAB IV
KEANGGOTAAN

Pasal 11

Anggota Pertuni terdiri dari:
1. Anggota Biasa yaitu anggota dari kalangan tunanetra;
2. Anggota Mitra bakti yaitu anggota dari kalangan awas;
3. Anggota Kehormatan yaitu tokoh penting dalam negara atau masyarakat yang dinilai telah berjasa besar di bidang ketunanetraan dan bersedia menjadi anggota Pertuni

BAB V
STRUKTUR ORGANISASI
Pasal 12

1. Struktur Organisasi Pertuni terdiri dari unit-unit organisasi yang bersifat vertikal dan horizontal.
2. Struktur organisasi yang bersifat vertikal adalah badan eksekutif yang terdiri dari Dewan Pengurus Pusat (DPP), Dewan Pengurus Daerah (DPD), dan Dewan Pengurus Cabang (DPC).
3. Struktur organisasi yang bersifat horizontal adalah badan pertimbangan yang terdiri dari Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpus), Dewan Pertimbangan Daerah (Deperda), dan Dewan Pertimbangan Cabang (Depercab).


BAB VI
KEPENGURUSAN

Pasal 13
1. DPP Pertuni sekurang-kurangnya terdiri dari pengurus inti, yaitu:
a. Ketua Umum;
b. Ketua I;
c. Ketua II;
d. Ketua III;
e. Sekretaris Jenderal;
f. Bendahara Umum.
2. Berdasarkan kebutuhan, DPP Pertuni dapat dilengkapi dengan Wakil Sekretaris Jenderal dan Wakil Bendahara Umum.
3. Berdasarkan kebutuhan, DPP Pertuni dapat membentuk departemen-departemen, untuk program-program tertentu, yang dipimpin oleh ketua-ketua Departemen.
4. Pengangkatan para pejabat di lingkup DPP ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Umum dan harus memperhatikan faktor kapasitas, integritas dan kesetaraan gender.

Pasal 14

1. Ketua Umum dipilih dan ditetapkan dalam Munas untuk masa bakti lima tahun, dan dapat dipilih kembali untuk satu masa bakti lima tahun berikutnya.
2. Seseorang tidak dapat menjabat Ketua Umum selama lebih dari dua masa bakti secara berturut-turut.
3. Dalam keadaan tertentu di mana Ketua Umum tidak sanggup atau tidak layak melanjutkan jabatannya hingga akhir masa baktinya, penggantiannya dapat dilakukan dalam dan oleh Rapat Gabungan tingkat Pusat.


Pasal 15

Fungsi dan wewenang Ketua Umum meliputi:
1. Menjalankan kepemimpinan umum dan pengelolaan organisasi di tingkat nasional;
2. Mewakili kepentingan Pertuni Pusat dalam melakukan perbuatan hukum.
Pasal 16

1. DPD Pertuni sekurang-kurangnya terdiri dari Pengurus inti, yaitu:
a. Ketua Daerah;
b. Wakil Ketua Daerah;
c. Sekretaris Daerah;
d. Bendahara Daerah.
2. Berdasarkan kebutuhan, DPD Pertuni dapat dilengkapi dengan Wakil Sekretaris Daerah dan Wakil Bendahara Daerah.
3. Berdasarkan kebutuhan, DPD Pertuni dapat membentuk biro-biro, untuk program-program tertentu, yang dipimpin oleh Ketua-ketua Biro.
4. Pengangkatan para pejabat di lingkup DPD ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Daerah dan harus memperhatikan faktor kapasitas, integritas dan kesetaraan gender.

Pasal 17

1. Ketua Daerah dipilih dan ditetapkan dalam Musda untuk masa bakti lima tahun, dan dapat dipilih kembali untuk satu masa bakti lima tahun berikutnya.
2. Seseorang tidak dapat menjabat Ketua Daerah selama lebih dari dua masa bakti secara berturut-turut.
3. Dalam keadaan tertentu di mana Ketua Daerah tidak sanggup atau tidak layak melanjutkan jabatannya hingga akhir masa baktinya, penggantiannya dapat dilakukan dalam dan oleh Rapat Gabungan tingkat Daerah.
(Pasal baru)

Pasal 18

Fungsi dan wewenang Ketua Daerah meliputi:
1. Menjalankan kepemimpinan dan pengelolaan organisasi ditingkat propinsi;
2. Mewakili kepentingan Pertuni Daerah dalam melakukan perbuatan hukum.

Pasal 19

1. DPC Pertuni sekurang-kurangnya terdiri dari pengurus inti, yaitu:
a. Ketua Cabang;
b. Sekretaris Cabang;
c. Bendahara Cabang.
2. Berdasarkan kebutuhan, DPC dapat dilengkapi dengan wakil ketua Cabang.
3. Berdasarkan kebutuhan, DPC Pertuni dapat membentuk seksi-seksi untuk program-program tertentu, yang dipimpin oleh ketua-ketua Seksi.
4. Pengangkatan para pejabat di lingkup DPC ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Cabang dan harus memperhatikan faktor kapasitas, integritas dan kesetaraan gender.

Pasal 20

1. Ketua Cabang dipilih dan ditetapkan dalam Muscab untuk masa bakti lima tahun, dan dapat dipilih kembali untuk satu masa bakti lima tahun berikutnya.
2. Seseorang tidak dapat menjabat Ketua Cabang selama lebih dari dua masa bakti secara berturut-turut.
3. Dalam keadaan tertentu di mana Ketua Cabang tidak sanggup atau tidak layak melanjutkan jabatannya hingga akhir masa baktinya, penggantiannya dapat dilakukan dalam dan oleh Rapat Gabungan tingkat Cabang.


Pasal 21

Fungsi dan wewenang Ketua Cabang meliputi:
1. Menjalankan kepemimpinan umum dan pengelolaan organisasi di tingkat Kota/Kabupaten;
2. Mewakili kepentingan Pertuni cabang dalam melakukan perbuatan hukum.



BAB VII
DEWAN PERTIMBANGAN

Pasal 22
1. Dewan Pertimbangan Pusat, disingkat Deperpus, adalah lembaga internal Organisasi tingkat pusat yang mempunyai fungsi penasehat, konsultatif, pengawasan, dan korektif terhadap kinerja DPP.
2. Deperpus terdiri dari:
a. Seorang Ketua merangkap anggota;
b. Seorang Sekretaris merangkap anggota;
c. Seorang anggota.
3. Ketua Deperpus dipilih dan ditetapkan dalam Munas.
4. Sekretaris dan anggota Deperpus ditetapkan oleh Ketua Deperpus.
5. Dalam keadaan tertentu di mana Ketua Deperpus tidak sanggup atau tidak layak melanjutkan jabatannya hingga akhir masa baktinya, penggantiannya dapat dilakukan dalam dan oleh Rapat Gabungan tingkat Pusat.


Pasal 23
1. Dewan Pertimbangan Daerah, disingkat Deperda adalah lembaga internal Organisasi tingkat daerah yang mempunyai fungsi penasihat, konsultatif, pengawasan dan korektif terhadap kinerja DPD.
2. Deperda terdiri dari:
a. Seorang Ketua merangkap anggota;
b. Seorang Sekretaris merangkap anggota;
c. Seorang anggota.
3. Ketua Deperda dipilih dan ditetapkan dalam Musda.
4. Sekretaris dan anggota Deperda ditetapkan oleh Ketua Deperda.
5. Dalam keadaan tertentu di mana Ketua Deperda tidak sanggup atau tidak layak melanjutkan jabatannya hingga akhir masa baktinya, penggantiannya dapat dilakukan dalam dan oleh Rapat Gabungan tingkat Daerah.


Pasal 24
1. Dewan Pertimbangan Cabang, disingkat Depercab adalah lembaga internal Organisasi tingkat cabang yang mempunyai fungsi penasihat, konsultatif, pengawasan dan korektif terhadap kinerja DPC.
2. Depercab terdiri dari:
a. Seorang Ketua merangkap anggota;
b. Seorang Sekretaris merangkap anggota;
c. Seorang anggota.
3. Ketua Depercab dipilih dan ditetapkan dalam Muscab.
4. Sekretaris dan anggota Depercab ditetapkan oleh Ketua Depercab.
5. Dalam keadaan tertentu di mana Ketua Depercab tidak sanggup atau tidak layak melanjutkan jabatannya hingga akhir masa baktinya, penggantiannya dapat dilakukan dalam dan oleh Rapat Gabungan tingkat Cabang.


BAB VIII
LEMBAGA MUSYAWARAH

Pasal 25

1. Lembaga Musyawarah yang selanjutnya disebut Musyawarah dalam Pertuni merupakan forum tertinggi dalam pengambilan keputusan atau ketetapan yang bersifat strategis dan fundamental di lingkup Pertuni.
2. Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dihadiri oleh unsur-unsur utama dalam struktur organisasi Pertuni.
3. Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 wajib diselenggarakan secara berkala pada tingkat nasional, daerah dan cabang.

Pasal 26

1. Musyawarah dalam Pertuni terdiri dari Musyawarah Biasa dan Musyawarah Luar Biasa.
2. Musyawarah Biasa diselenggarakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
3. Musyawarah Luar Biasa diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan yang mendesak.



Pasal 27
1. Musyawarah Nasional (disingkat Munas) merupakan lembaga yang berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Organisasi di tingkat Nasional.
2. Munas diselenggarakan sekali dalam lima tahun.
3. Peserta Munas sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. Para Ketua DPC atau anggota DPC yang mewakilinya.
b. Para Ketua Depercab atau anggota Depercab yang mewakilinya;
c. Para Ketua Daerah atau anggota DPD yang mewakilinya;
d. Para Ketua Deperda atau anggota Deperda yang mewakilinya;
e. DPP;
f. Deperpus;
g. Panitia Pengarah Munas;
h. Anggota mitra bakti yang jumlahnya tidak melebihi sepertiga dari jumlah peserta yang mewakili unsur-unsur sebagaimana disebut pada butir “a” hingga “e” dalam pasal ini;
i. Perempuan anggota DPD, Deperda, DPC atau Depercab yang jumlahnya sepertiga jumlah yang mewakili unsur-unsur sebagaimana disebut pada butir “a” hingga “e” dalam pasal ini.
4. Munas dianggap sah apabila mencapai kuorum yaitu Munas dihadiri oleh:
a. semua unsur peserta Munas.
b. separuh jumlah peserta Munas plus satu.

Pasal 28

1. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat nasional, Munas berwenang sekurang – kurangnya:
a. Memberikan penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban Ketua Umum selama masa baktinya
b. Mendengarkan laporan Ketua Deperpus selama masa baktinya
c. Memilih dan menetapkan Ketua umum untuk masa bakti lima tahun berikutnya
d. Memilih dan menetapkan Ketua Deperpus untuk masa bakti lima tahun berikutnya.
e. Menetapkan Garis Besar Program Pertuni untuk jangka waktu lima tahun berikutnya.





Pasal 29

1. Setiap keputusan dan/atau ketetapan dalam Munas diupayakan melalui kesepakatan bulat.
2. Apabila kesepakatan bulat tidak dapat dicapai, maka keputusan atau ketetapan diambil melalui suara terbanyak.
3. Semua ketetapan Munas mengikat seluruh batang tubuh organisasi Pertuni.

Pasal 30

1. Munas Luar Biasa adalah Munas yang diselengarakan di luar waktu yang seharusnya.
2. Munas luar biasa dapat diselenggarakan untuk mengubah dan/atau menetapkan keputusan dan/atau ketetapan munas.
3. Munas luar biasa dapat diadakan atas keputusan Rapat Gabungan tingkat Pusat yang diadakan khusus untuk maksud tersebut, dan didukung oleh lebih dari separuh jumlah Pertuni Daerah.
4. Setiap keputusan Munas Luar Biasa mengikat seluruh batang tubuh Organisasi.
Pasal 31

1. Setiap keputusan dan/atau ketetapan Munas luar biasa diupayakan melalui kesepakatan bulat.
2. Apabila kesepakatan bulat tidak dapat dicapai, maka keputusan atau ketetapan diambil melalui suara terbanyak.
3. Semua ketetapan Munas luar biasa mengikat seluruh batang tubuh organisasi Pertuni.

Pasal 32

1. Musyawarah Daerah (disingkat Musda) merupakan lembaga yang berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Organisasi di tingkat Daerah.
2. Musda diselenggarakan sekali dalam lima tahun.
3. Peserta Musda sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. Ketua DPC atau anggota DPC yang mewakilinya.
b. Para Ketua Depercab atau anggota Depercab yang mewakilinya;
c. DPD;
d. Deperda;
e. Panitia Pengarah Musda;
f. Anggota mitra bakti yang jumlahnya tidak melebihi sepertiga dari jumlah peserta yang mewakili unsur-unsur sebagaimana disebut pada butir “a” hingga “d” dalam pasal ini;
g. Perempuan anggota DPC atau Depercab yang jumlahnya sepertiga jumlah yang mewakili unsur-unsur sebagaimana disebut pada butir “a” hingga “d” dalam pasal ini.
4. Musda dianggap sah apabila mencapai kuorum yaitu Musda dihadiri oleh:
a. semua unsur peserta Musda.
b. separuh jumlah peserta Musda plus satu.

Pasal 33

Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat daerah, Musda berwenang sekurang – kurangnya:
1. Memberikan penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban Ketua Daerah selama masa baktinya
2. Mendengarkan laporan Ketua Deperda selama masa baktinya
3. Memilih dan menetapkan Ketua Daerah untuk masa bakti lima tahun berikutnya
4. Memilih dan menetapkan Ketua Deperda untuk masa bakti lima tahun berikutnya.
5. Menetapkan Garis Besar Program Daerah untuk jangka waktu lima tahun berikutnya.


Pasal 34

1. Setiap keputusan dan/atau ketetapan dalam Musda diupayakan melalui kesepakatan bulat.
2. Apabila kesepakatan bulat tidak dapat dicapai, maka keputusan atau ketetapan diambil melalui suara terbanyak.
3. Semua ketetapan Musda mengikat seluruh batang tubuh organisasi Pertuni Daerah yang bersangkutan.

Pasal 35

1. Dalam keadaan darurat di mana suatu Daerah karena alas an keuangan, setelah melalui berbagai cara penggalian dana selama satu tahun, tidak sanggup melaksanakan Musda dengan cara yang lazim, maka Musda dapat dilaksanakan dengan cara lain.
2. Keadaan darurat sebagaimana disebut dalam ayat 1 ditetapkan melalui Rapat Gabungan tingkat Daerah dan disetujui oleh Ketua Umum.
3. Cara lain untuk melaksanakan Musda sebagaimana disebut pada ayat 1 dirumuskan dalam Rapat Gabungan tingkat Daerah dan disetujui oleh Ketua Umum

Pasal 36
Musda Luar Biasa hanya dapat dilaksanakan apabila Pertuni Daerah tidak berjalan sebagaimana diamanatkan dalam AD/ART dan ketetapan Musda

Pasal 37

1. Setiap keputusan dan/atau ketetapan Musdalub diupayakan melalui kesepakatan bulat.
2. Apabila kesepakatan bulat tidak dapat dicapai, maka keputusan atau ketetapan diambil melalui suara terbanyak.
3. Semua ketetapan Musda mengikat seluruh batang tubuh organisasi Pertuni Daerah yang bersangkutan.

Pasal 38

1. Musyawarah Cabang (disingkat Muscab) merupakan lembaga yang berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam Organisasi di tingkat Cabang.
2. Muscab diselenggarakan sekali dalam lima tahun.
3. Peserta Muscab terdiri dari:
a. Seluruh anggota biasa atau sebagian, sesuai dengan kesepakatan Panitia pengarah.;
b. DPC;
c. Depercab;
d. Panitia Pengarah Muscab
e. Anggota mitra bakti yang jumlahnya tidak melebihi sepertiga dari jumlah peserta yang mewakili unsur-unsur sebagaimana disebut pada butir “a” hingga “c” dalam pasal ini.
4. Muscab dianggap sah apabila mencapai kuorum yaitu Muscab dihadiri oleh:
a. semua unsur peserta Muscab.
b. separuh jumlah peserta Muscab plus satu.

Pasal 39

Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di tingkat daerah, Muscab berwenang sekurang – kurangnya:
1. Memberikan penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban Ketua Cabang selama masa baktinya
2. Mendengarkan laporan Ketua Depercab selama masa baktinya
3. Memilih dan menetapkan Ketua Cabang untuk masa bakti lima tahun berikutnya
4. Memilih dan menetapkan Ketua Depercab untuk masa bakti lima tahun berikutnya.
5. Menetapkan Garis Besar Program Cabang untuk jangka waktu lima tahun berikutnya.



Pasal 40

1. Setiap keputusan dan/atau ketetapan dalam Muscab diupayakan melalui kesepakatan bulat.
2. Apabila kesepakatan bulat tidak dapat dicapai, maka keputusan atau ketetapan diambil melalui suara terbanyak.
3. Semua ketetapan Muscab mengikat seluruh batang tubuh organisasi Pertuni Cabang yang bersangkutan.

Pasal 41

Muscab Luar Biasa hanya dapat dilaksanakan apabila Pertuni Cabang tidak berjalan sebagaimana diamanatkan dalam AD/ART dan ketetapan Muscab.


Pasal 42

1. Setiap keputusan dan/atau ketetapan Muscablub diupayakan melalui kesepakatan bulat.
2. Apabila kesepakatan bulat tidak dapat dicapai, maka keputusan atau ketetapan diambil melalui suara terbanyak.
3. Semua ketetapan Muscablub mengikat seluruh batang tubuh organisasi Pertuni Daerah yang bersangkutan.

BAB IX
RAPAT-RAPAT
Pasal 43
Rapat dapat berupa :
1. Rapat Kerja,
2. Rapat Gabungan
3. Rapat Dewan Pengurus
4. Rapat Dewan Pertimbangan
5. Rapat Anggota


Pasal 44
Rapat kerja dalam Pertuni terdiri dari:
1. Rapat Kerja Nasional (disingkat Rakernas).
2. Rapat Kerja Daerah (disingkat Rakerda).


Pasal 45

1. Rakernas diselenggarakan oleh DPP atas dasar keperluan.
2. Rakernas dimaksudkan untuk membahas isu-isu strategis berskala nasional yang menyangkut kepentingan tunanetra dan/atau Organisasi, untuk dirumuskan sebagai prioritas program kerja DPP.
3. Peserta Rakernas sekurang kurangnya terdiri dari:
a. DPP;
b. Deperpus
c. Para Ketua Daerah atau anggota DPD yang mewakilinya;
d. Para Ketua Deperda atau anggota Deperda yang mewakilinya;
e. Satu orang Pengurus perempuan dari masing-masing DPD.


Pasal 46
1. Rakerda diselenggarakan oleh DPD atas dasar keperluan.
2. Rakerda dimaksudkan untuk membahas isu-isu strategis berskala propinsi yang menyangkut kepentingan tunanetra dan/atau Organisasi di propinsi yang bersangkutan, untuk dirumuskan sebagai prioritas program kerja DPD.
3. Peserta Rakerda sekurang kurangnya terdiri dari:
a. DPD yang bersangkutan
b. Deperda yang bersangkutan.
c. Para Ketua Cabang atau anggota DPC yang mewakilinya dalam lingkup DPD yang bersangkutan.

Pasal 47
1. Rapat Gabungan merupakan forum pengambilan keputusan bersama antara dewan pengurus dan dewan pertimbangan.
2. Rapat Gabungan diselenggarakan sekurang kurangnya sekali dalam satu tahun.
3. Rapat Gabungan tingkat Pusat dihadiri oleh seluruh anggota DPP dan seluruh anggota Deperpus.
4. Rapat Gabungan tingkat Daerah dihadiri oleh seluruh anggota DPD dan seluruh anggota Deperda.
5. Rapat Gabungan tingkat Cabang dihadiri oleh seluruh anggota DPC dan seluruh anggota Depercab.




Pasal 48
1. Rapat Dewan Pengurus adalah forum pembahasan dan/atau pengambilan keputusan di lingkup dewan pengurus pada tingkat pusat, daerah atau cabang.
2. Rapat Dewan pengurus terdiri dari rapat pengurus lengkap, rapat pengurus inti, rapat koordinasi, dan rapat-rapat lain sesuai keperluan.
3. Dalam hal tertentu di mana seluruh anggota Dewan Pengurus sudah memiliki akses ke email, fungsi rapat dapat digantikan dengan diskusi lewat pertukaran email.

Pasal 49
1. Rapat Dewan Pertimbangan dilaksanakan oleh segenap pimpinan dan anggota Deperpus, Deperda, atau Depercab.
2. Dalam hal tertentu di mana seluruh anggota Dewan Pertimbangan sudah memiliki akses ke email, fungsi rapat dapat digantikan dengan diskusi lewat pertukaran email.

Pasal 50

1. Rapat Anggota diadakan di Pertuni Cabang sekurang-kurangnya setahun sekali yang melibatkan seluruh anggota Cabang.
2. Rapat Anggota dapat dilaksanakan dalam bentuk forum diskusi atau lokakarya untuk membahas isu-isu keorganisasian atau ketunanetraan.


BAB X
KEKAYAAN ORGANISASI

Pasal 51

1. Kekayaan organisasi adalah segala aset milik Pertuni ditingkat pusat, daerah maupun cabang.
2. Kekayaan organisasi dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak.
3. Seluruh harta kekayaan organisasi teradministrasi secara patut dalam :
a. Pencatatan Aset DPP jika kekayaan itu adalah milik DPP
b. Pencatatan Aset DPD jika kekayaan itu adalah milik DPD
c. Pencatatan Aset DPC jika kekayaan itu adalah milik DPC.



Pasal 52
1. Seluruh harta kekayaan Pertuni harus dikelola secara jujur, adil, transparan, akuntabel, aman, efektif, efisien dan penuh itikad baik.
2. Segala bentuk pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan organisasi yang sengaja melanggar hal yang tersebut pada ayat 1 hingga merugikan Pertuni, harus dapat dipertanggung jawabkan secara penuh oleh yang bersangkutan


Pasal 53

Kekayaan Organisasi dapat bersumber dari:
1. Iuran dan/atau sumbangan anggota;
2. Bantuan Pemerintah;
3. Berbagai usaha yang sah;
4. Hibah atau Sumbangan lain dari berbagai pihak yang tidak mengikat.
Pasal 54
1. Pengalihan hak atas barang bergerak dan tidak bergerak dari DPP Pertuni kepada pihak lain hanya dapat dilakukan oleh Ketua Umum setelah mendapat persetujuan pengurus inti DPP dan Deperpus.
2. Pengalihan hak atas barang bergerak dan tidak bergerak dari DPD Pertuni kepada pihak lain hanya dapat dilakukan oleh Ketua Daerah setelah mendapat persetujuan pengurus inti DPD dan Deperda.
3. Pengalihan hak atas barang bergerak dan tidak bergerak dari DPC Pertuni kepada pihak lain hanya dapat dilakukan oleh Ketua Cabang setelah mendapat persetujuan pengurus inti DPC dan Depercab.
Pasal 55
1. DPP, DPD, dan atau DPC berwenang mengupayakan, mengelola, dan mengembangkan dana abadi Pertuni di lingkup kepengurusannya masing masing.
2. Keuntungan dari dana abadi yang diupayakan, dikelola dan dikembangkan oleh DPP, DPD, dan/atau DPC dimanfaatkan dengan sebaik baiknya bagi kemaslahatan Pertuni dan para anggotanya.
Pasal 56
1. Bagian pokok dana abadi yang dikelola oleh DPP hanya dapat dipergunakan dengan persetujuan pengurus inti DPP dan Deperpus, untuk kebutuhan mendesak dan hanya dikeluarkan sebagai pinjaman atas nama panitia kegiatan yang dibentuk oleh DPP.
2. Bagian pokok dana abadi yang dikelola oleh DPD hanya dapat dipergunakan dengan persetujuan pengurus inti DPD dan Deperda, untuk kebutuhan mendesak dan hanya dikeluarkan sebagai pinjaman atas nama panitia kegiatan yang dibentuk oleh DPD.
3. Bagian pokok dana abadi yang dikelola oleh DPC hanya dapat dipergunakan dengan persetujuan pengurus inti DPC dan Depercab, untuk kebutuhan mendesak dan hanya dikeluarkan sebagai pinjaman atas nama panitia kegiatan yang dibentuk oleh DPC.





BAB XI
ATRIBUT PERTUNI

Pasal 57
1. Atribut pertuni adalah sejumlah hal yang menjadi tanda atau sifat dan ciri khas Pertuni yang berfungsi sebagai pembeda dengan organisasi lain.
2. Atribut pertuni mencakup:
a. Lambang atau logo
b. Bendera,
c. emblim atau pin
d. himne dan/atau mars,
3. Segala bentuk Atribut Pertuni berlaku dan dapat digunakan secara penuh oleh seluruh unsur internal organisasi Pertuni maupun kegiatan atau hal yang diselenggarakan oleh, dari dan untuk Pertuni.
4. Segala bentuk atribut Pertuni adalah hak milik mutlak Pertuni sehingga siapapun tidak boleh membuat atau menggunakan atribut dimaksud tanpa izin dari Pertuni
5. Segala perubahan pada sebagian atau seluruh bentuk atribut Pertuni ditetapkan oleh Munas.


BAB XII
PERUBAHAN ANGGARAN DASAR
Pasal 58
1. Anggaran Dasar Pertuni adalah ketentuan yang bersifat mendasar dan pokok tentang Pertuni sebagai organisasi kemasyarakatan.
2. Anggaran Dasar Pertuni terdiri dari :
a. Surat ketetapan Munas tentang pengesahan Anggaran Dasar Pertuni maupun perubahannya.
b. Mukaddimah Anggaran Dasar Pertuni
c. Batang tubuh Anggaran Dasar Pertuni
3. Anggaran Dasar Pertuni berlaku sejak ditetapkan hingga terjadinya perubahan oleh Munas Pertuni.
4. Segala bentuk perubahan dan Penyempurnaan pada sebagian atau seluruh materi dalam Anggaran Dasar Pertuni hanya dapat dilakukan oleh Munas Pertuni.


BAB XIII
PEMBUBARAN PERTUNI
Pasal 59
1. Sebagai organisasi kemasyarakatan, Pertuni dapat bubar karena:
a. putusan pengadilan yang tela h berkekuatan hukum tetap tentang pembubaran Pertuni
b. Dibubarkan oleh Pertuni sendiri
2. Dalam hal Pertuni bubar karena kemauan Pertuni sendiri, hanya dapat dilakukan oleh;
a. Munas luar biasa yang khusus diselenggarakan untuk maksud tersebut;
b. Dihadiri oleh sekurang- kurangnya tiga perempat dari keseluruhan jumlah peserta Munas.
3. Keputusan pembubaran dinyatakan sah jika disetujui oleh sekurang-kurangnya tiga perempat dari keseluruhan peserta Munas yang hadir.
4. Dalam hal Pertuni dibubarkan, segala kekayaan Organisasi yang tersisa disalurkan kepada badan-badan non-pemerintah yang bertujuan memajukan dan meningkatkan kesejahteraan tunanetra.


BAB XIV
PENUTUP
Pasal 60
Hal-hal lain yang menyangkut penyelenggaraan organisasi Pertuni yang belum diatur dan/atau belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar ini akan diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 61
1. Amandemen pertama Anggaran Dasar ini dilakukan dalam Kongres Nasional I tahun 1971, amandemen kedua dilakukan dalam kongres Nasional II tahun 1980, amandemen ketiga dilakukan dalam Kongres Nasional tahun 1987, amandemen keempat dilakukan dalam Kongres/Munas IV tahun 1993, amandemen kelima dilakukan dalam Munas V tahun 1999, dan amandemen keenam dilakukan dalam Munas VI tahun 2004. Serta amandemen ketujuh dilakukan dalam Munas VIII tahun 2014.
2. Ketetapan tentang perubahan atau Amandemen atas Anggaran Dasar ini mulai berlaku sejak saat ditetapkan.



Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 28 Agustus 2014


PIMPINAN SIDANG PARIPURNA IV
MUNAS VIII PERTUNI 2014

Ketua



(Usup Supendi) Sekretaris



(Furqon Hidayat, S.Pd)



Struktur DPC PERTUNI KOTA BENGKULU

Struktur DPC PERTUNI KOTA BENGKULU

Rabu, Desember 31, 2014 1
Struktur DPC PERTUNI KOTA BENGKULU *** Dewan Pengurus Cabang Pertuni Kota Bengkulu, bertempat kedudukan di wilayah Kota Bengkulu. I DPC Pertuni sekurang-kurangnya terdiri dari pengurus inti, yaitu: 1 Ketua; 2 Sekretaris; 3 Bendahara. ! Sesuai dengan kebutuhan, DPC kota Bengkulu dapat dilengkapi dengan wakil ketua dan ketua-ketua Seksi. ***** Ketua DPC dipilih untuk masa bakti lima tahun, dan dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya tetapi tidak lebih dari dua masa jabatan secara berturut-turut. II Dewan Pertimbangan Cabang, disingkat Depercab, adalah lembaga internal Organisasi tingkat cabang yang mempunyai fungsi penasihat, konsultatif, pengawasan dan korektif terhadap kinerja DPC. *** Depercab terdiri dari: 1 Seorang Ketua merangkap anggota; 2 Seorang Sekretaris merangkap anggota; 3 Dua orang anggota. !! Ketua Depercab dipilih dan ditetapkan dalam Muscab. & Sekretaris dan anggota Depercab ditetapkan oleh Ketua Depercab. terimakasih kami ucapkan kepada teman2 yang sudah membaca Struktur DPC PERTUNI KOTA BENGKULU target: Struktur, DPC, PERTUNI, KOTA, BENGKULU.
Keanggotaan PERTUNI Kota Bengkulu

Keanggotaan PERTUNI Kota Bengkulu

Rabu, Desember 31, 2014 0
Keanggotaan PERTUNI I Anggota PERTUNI terdiri dari: 1 Anggota Biasa yaitu anggota yang tunanetra; 2 Anggota Mitra bakti yaitu anggota yang awas; 3 Anggota Kehormatan yaitu tokoh penting dalam negara atau masyarakat yang dinilai telah berjasa besar di bidang ketunanetraan dan bersedia menjadi anggota Pertuni. II Syarat menjadi anggota biasa: a Warga Negara Indonesia yang tunanetra; b Berusia sekurang-kurangnya tujuh belas tahun atau sudah menikah; c Menyatakan kesediaan untuk menaati segala ketentuan Organisasi; d Mendaftarkan diri sebagai anggota Pertuni. III Syarat menjadi anggota mitra bakti: a Warga Negara Indonesia yang awas; b Berusia sekurang-kurangnya tujuh belas tahun; c Menyatakan kesediaan secara tertulis untuk berperan serta aktif dalam perjuangan Pertuni; d Mendaftarkan diri sebagai anggota Pertuni. IV Syarat menjadi anggota kehormatan: a Telah menunjukan jasa yang luar biasa dalam upaya memajukan dan menyejahterakan tunanetra; b Menyatakan kesediaan secara tertulis untuk menjadi anggota Pertuni, baik atas inisiatif sendiri maupun permintaan Pengurus Pertuni. V Tunanetra yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah dapat menjadi anggota binaan. sumber: DPP-PERTUNI

Sobat Adalah Pengunjung Yang Ke