GARIS BESAR PROGRAM PERTUNI GBPP PERIODE 2014-2019

Kamis, Maret 05, 2015
KETETAPAN MUSYAWARAH NASIONAL VIII
PERSATUAN TUNANETRA INDONESIA




BAB I.
PENDAHULUAN

Bahwa untuk mencapai tujuan Pertuni guna mewujudkan keadaan yang kondisif bagi tunanetra untuk menjalankan kehidupannya sebagai manusia dan warga Negara Indonesia yang cerdas, mandiri dan produktif tanpa diskriminasi dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan, dituntut kerja keras dari seluruh komponen organisasi Pertuni, bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, yang dilaksanakan secara terarah dengan sasaran yang dirumuskan secara spesifik.
Setelah PBB melahirkan konvensi PBB tentang hak penyandang disabilitas, saat ini dunia bergerak ke arah “disability inclusive development” atau “pembangunan yang menginklusifkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas”. Penerapan paradigma baru pembangunan ini merupakan koreksi atas ketidakperpihakan milenium development goals (MDGs) atau pencapaian tujuan pembangunan milenium selama 10 tahun terakhir ini. Implementasi pencapaian tujuan pembangunan milenium telah tidak menempatkan warga dunia penyandang disabilitas sebagai salah satu sasaran prioritas. Akibatnya, para penyandang disabilitas tidak tersentuh langkah-langkah afirmatif yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas hidup warga negara yang termarginalkan.
Setelah Pemerintah Indonesia mengesahkan konvensi PBB tentang hak penyandang disabilitas dengan Undang-Undang nomor 19 tahun 2011, langkah selanjutnya adalah “domestikalisasi” konvensi dalam UndangUndang yang lebih operasional. Olehkarena itu, atas usulan komunitas penyandang disabilitas melalui organisasi disabilitas tingkat nasional, termasuk Pertuni, DPR periode 2009-2014 telah mengambil inisyatif untuk memasukkan RUU disabilitas dalam program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2014.
Paska pengesahan konvensi ini, Pemerintah Indonesia mulai pula menerapkan paradigma “disability inclusive development” dalam rencana pembangunan jangka menengah tahap kedua tahun 2014-2019. Namun demikian, tahapan yang ditempuh masih sangat embrionik (masih tahap awal). Diperlukan partisipasi aktif dari komunitas penyandang disabilitas melalui organisasi di mana penyandang disabilitas berhimpun, termasuk Pertuni, untuk terus mengawal penerapan paradigma baru dalam proses pembangunan di tanah air, yang menginklusifkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak warga negara penyandang disabilitas.
Dengan disahkannya konvensi PBB tentang hak penyandang disabilitas, perlakuan pemerintah terhadap warga negara penyandang disabilitas berganti, dari yang semula berbasiskan semangat “karitatif” atau semangat menyantuni, menjadi berlandaskan “hak asasi manusia” atau “human right base”
Sebagai organisasi kemasyarakatan tunanetra berskala nasional yang mengemban visi memperjuangkan terwujudnya masyarakat inklusif dimana orang tunanetra dapat berpartisipasi penuh atas dasar kesetaraan, Pertuni harus mengambil peran penting dalam proses penerapan paradigma baru dalam pembangunan nasional yang menginklusifkan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Pertuni harus dapat berfungsi dan berperan sebagai partner strategis pemerintah di bidang perencanaan, pelaksanaan pembangunan, serta monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan.
Agar dapat menjalankan fungsi dan peran tersebut, Pertuni harus terus tumbuh menjadi organisasi modern. Para pengurus Pertuni baik di tingkat pusat, daerah maupun cabang secara bertahap dan berkelanjutan harus diisi oleh orang-orang yang memahami isu-isu strategis di bidang disabilitas.
Untuk memberi pedoman kepada pengurus Pertuni masa bakti 2014 – 2019 dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut, disusunlah garis besar program Pertuni periode 2014 – 2019 dengan mengacu pada visi dan misi Pertuni, yang diselaraskan dengan isu global dan local dalam bidang disabilitas saat ini, yang mencakup bidang-bidang sebagai berikut:
1. Keorganisasian dan Kaderisasi;
2. Kemitraan, hubungan antar lembaga dan hubungan internasional;
3. Peningkatan Sumber daya manusia dan sumber dana;
4. Hukum, Advokasi Dan Sosial Politik;
5. Pendidikan dan Pelatihan,
6. Pemberdayaan perempuan tunanetra;
7. Pembinaan Mental dan spiritual;
8. Aksesibilitas layanan dan fasilitas public;
9. Aksesibilitas informasi, komunikasi dan teknologi;
10. Ketenagakerjaan dan kewirausahaan;
11. Kesejahteraan social dan kesehatan;
12. Seni, budaya dan kepemudaan.
Selain untuk memberi pedoman kepada pengurus Pertuni, Garis Besar Program Pertuni (GBPP) ini, juga dirumuskan guna mengupayakan peningkatan kapasitas sumber daya pengurus dan kader Pertuni, agar seluruh komponen organisasi Pertuni menyadari sepenuhnya terhadap tugas dan kewajiban, tanggung jawab maupun peran yang strategis,mampu dengan cepat untuk melakukan inisiatif-inisiatif yang dibutuhkan terkait dengan penerapan paradikma disability inclusive development yang tengah diusung oleh pemerintah saat ini.

BAB II
ACUAN PROGRAM PANCA WARSA 2014 – 2019.

I. Keorganisasian dan Kaderisasi.

1. Membangun tertib administrasi Pertuni secara bertahap dan berkelanjutan, yang dimulai dari Pertuni pusat, daerah hingga Pertuni cabang, termasuk mencakup pendataan anggota.
2. Mengupayakan penerapan dan penggunaan tekhnologi informasi dan komunikasi serta menyiapkan perangkat pendukungnya dalam efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan tata kelola organisasi Pertuni secara bertahap, berjenjang dan berkelanjutan.
3. Secara bertahap menyelenggarakan Pelatihan Pengembangan Kapasitas bagi Pertuni Daerah dan Pertuni cabang.
4. Menyelenggarakan pelatihan kepemimpinan bagi semua kader pertuni.
5. Secara berkelanjutan, mengirimkan delegasi tunanetra kader Pertuni pada pelatihan kepimimpinan baik di dalam maupun di luar negeri.

II. Kemitraan, hubungan antar lembaga dan hubungan internasional.

1. Aktif membangun kemitraan yang sifatnya tidak mengikat dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, lembaga suadaya masyarakat (LSM), dunia usaha dan kalangan tokoh masyarakat guna peningkatan kuwalitas hidup kaum tunanetra.
2. Aktif membangun komunikasi melalui audiensi dengan pemerintah guna memberi masukan yang positif dan konstruktif mengenai isu disabilitas dalam menyusun rencana pembangunan nasional yang berkelanjutan serta menerapkan paradikma “Disability Inclusive Development”.
3. Terlibat aktif dalam pergerakan tunanetra internasional melalui World Blind Union dan organisasi / lembaga internasional lainnya demi kemajuan tunanetra Indonesia.


III. Peningkatan Sumberdaya Manusia dan Sumber Dana.

1. Mengupayakan peningkatan mutu sumber daya manusia baik dalam teori maupun praktek menejemen keorganisasian dan tata laksana administrasi melalui seminar dan loka karya.
2. Mengupayakan peningkatan peran dan partisipasi perempuan tunanetra dalam kegiatan organisasi.
3. Meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana organisasi sesuai kebutuhan.
4. Menggalang dana baik dari sumber internal maupun eksternal untuk membiayai kegiatan Pertuni.
5. Membentuk badan-badan / unit-unit usaha produktif guna mencapai kemandirian Pertuni dalam membiayai aktifitasnya.
6. Mengembangkan dana abadi guna mendukung pembiayaan kegiatan organisasi.
7. Mengelola dan memanfaatkan asset organisasi secara berdaya guna dan berhasil guna.
8. Mengupayakan keberpihakan perolehan alokasi anggaran rutin dari Pemerintah melalui APBN (tingkat Pusat) dan APBD (Tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota).

IV. Hukum, Advokasi Dan Sosial Politik

1. Melakukan penyuluhan dan penyadaran terhadap para tunanetra agar memahami akan kewajiban sebagai warga Negara serta haknya yang fundamental DAN mendorong mereka untuk menjadi bagian dari energy yang siap melakukan advokasi terhadap perlakuan diskriminasi dari perlindungan dan pemenuhan hak-haknya.
2. Menjalin kerjasama dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang ada di masyarakat untuk menyelenggarakan pelatihan paralegal bagi kader-kader Pertuni. Yang dimaksud dengan paralegal adalah seseorang yang bukan pengacara praktiek yang melakukan fungsi advokasi diluar pengadilan atas pelanggaran hak asasi yang dialami oleh warga masyarakat.
3. Mendesak DPR dan Pemerintah untuk :
a. segera mengesahkan Rancangan Undang-undang Disabilitas sebagai domestikalisasi dari Konvensi PBB tentang hak penyandang disabilitas yang telah disahkan dengan UU No.19 Tahun 2011.
b. RUU sebagaimana dimaksud pada poin A adalah naskah RUU Disabilitas yang disusun oleh kelompok kerja RUU Disabilitas yang mewakili seluruh masyarakat disabilitas di Indonesia.
4. Mendesak pemerintah untuk mengamandemen semua peraturan perundangan yang terkait dengan penyandang disabilitas yang belum sesuai atau bertentangan dengan isi konvensi Mengenai Hak-hak penyandang disabilitas (CRPD).
5. Melalui unit-unit Pertuni daerah dan cabang secara aktif melakukan advokasi terhadap pemerintah daerah dan kota/kabupaten di seluruh wilayah Indonesia agar segera menerbitkan Peraturan Daerah tentang Disabilitas.
6. Terlibat secara proaktif dalam kegiatan pengembangan masyarakat.
7. Terlibat secara proaktif dalam mengawal 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara yang mencakup:
a. Pancasila sebagai Dasar Negara;
b. UUD 1945;
c. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI);
d. Bhineka Tunggal Ika.

V. Pendidikan dan Pelatihan

1. Memfasilitasi penyediaan beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa serta anak dari keluarga tunanetra, baik secara nasional, regional maupun internasional, dengan memperhatikan :
a. Sumber pendanaan yang terus meningkat;
b. Jumlah penerima yang terus meningkat.
c. tingkat sosial ekonomi penerima beasiswa, prestasi dan kesetaraan gender, keadilan dan pemerataan.
2. Memprakarsai gerakan kampanye kesadaran kepada orang tua/keluarga yang memiliki anak tunanetra mengenai pentingnya pendidikan anak sejak dini.
3. Mendesak pemerintah untuk membangun dan menerapkan sistem pendidikan inklusif disemua lembaga pendidikan.
4. Mendesak pemerintah, khususnya pemerintah daerah untuk mengembangkan pengadaan dan peningkatan sumber daya Guru Pembimbing Khusus dalam sistem pendidikan inklusif.
5. Mendesak pemerintah khususnya pemerintah daerah untuk mengembangkan pengadaan dan fungsi pusat sumber dalam mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif.
6. Mendesak Kementerian Pendidikan untuk meningkatkan kwalitas layanan dan pengawasan terhadap Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai lembaga pendidikan dengan kurikulum khusus bagi peserta didik disabilitas multi atau ganda.
7. Mendesak pemerintah dan masyarakat agar mengembangkan penyelenggaraan pelatihan ketrampilan computer bagi tunanetra, baik dilembaga pendidikan formal maupun non-formal.


VI Pemberdayaan Perempuan Tunanetra.

1. Mendesak pemerintah dan masyarakat agar secara terus-menerus dan berkesinambungan meningkatkan partisipasi perempuan tunanetra, termasuk anak-anak perempuan, di bidang pendidikan, baik pendidikan dasar, menengah maupun pendidikan tinggi.
2. Mendesak pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan akses perempuan tunanetra ke layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan reproduksi.
3. Menyelenggarakan penyuluhan di bidang hukum dan kesehatan reproduksi bagi perempuan tunanetra. Dalam menyelenggarakan kegiatan ini, Pertuni diharapkan bekerja sama baik dengan Pemerintah maupun sektor swasta/masyarakat, baik untuk pendanaan maupun pengadaan fasilitas serta nara sumber.
4. Menyelenggarakan pelatihan-pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan perempuan tunanetra baik dalam menjalankan tugas domestik maupun tugas sosial mereka. Pelatihan tersebut di antaranya meliputi bidang manajemen keluarga, manajemen organisasi, kepemimpinan, hubungan masyarakat, menulis kreatif, paralegal, kewirausahaan untuk meningkatkan ekonomi keluarga, dan sebagainya. Dalam menyelenggarakan pelatihan-pelatihan tersebut, Pertuni diharapkan menjalin kerja sama dengan pelbagai elemen masyarakat lain serta pemerintah, baik di bidang pendanaan, pengadaan fasilitas pelatihan serta nara sumber.
5. Mendorong peningkatan partisipasi perempuan tunanetra di organisasi Pertuni, antara lain dengan:
• Mengalokasikan bidang pemberdayaan perempuan tunanetra di struktur kepengurusan Pertuni, baik di tingkat pusat, daerah maupun cabang.
• Mengalokasikan/mengupayakan penghimpunan dana baik ke pemerintah maupun swasta/sektor masyarakat untuk kegiatan pemberdayaan perempuan tunanetra.
• Mendorong/memberikan kesempatan pada perempuan tunanetra untuk menduduki posisi strategis dalam kepanitiaan guna penyelenggaraan acara-acara tertentu di lingkungan organisasi Pertuni. Posisi strategis yang dimaksud adalah posisi yang memungkinkan / mengharuskan perempuan tunanetra mengambil keputusan penting. Misalnya panitia inti (ketua, sekretaris atau bendahara).
• Mengalokasikan kuota sekurang-kurangnya 30 % untuk keikutsertaan perempuan tunanetra dalam kegiatan organisasi Pertuni, di antaranya pelatihan/lokakarya/seminar, rapat kerjabaik tingkat pusat, daerah dan cabang, maupun musyawarah nasional, musyawarah daerah dan musyawarah cabang. Jika kuota 30 % tersebut tidak dapat dipenuhi, tidak dapat digantikan oleh peserta tunanetra laki-laki.
6. Berpartisipasi dan menjadi bagian dalam gerakan kesetaraan gender baik di tingkat nasional, regional maupun global.
7. Memberikan masukan kepada pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah dalam membangun kebijakan terkait pemberdayaan perempuan, termasuk anak-anak perempuan di Indonesia, agar kebijakan tersebut melingkupi perempuan tunanetra dan perempuan disabilitas pada umumnya.
8. Mendorongesak perusahaan/sektor masyarakat yang menyelenggarakan kegiatan pemberdayaan perempuan, agar kegiatan tersebut juga melingkupi perempuan tunanetra, dan perempuan disabilitas pada umumnya.
9. Membangun persepsi yang benar di kalangan pengurus dan anggota Pertuni tentang kemampuan perempuan tunanetra dalam menjalankan peran dan tugas sosial mereka, termasuk peran dan kemampuan tunanetra dalam memimpin organisasi.


VII Pembinaan Mental dan Spiritual.

1. Mengupayakan peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui kegiatan keagamaan sesuai kepercayaan dan keyakinan masing-masing.
2. Menjalin hubungan kerja sama dengan badan / lembaga keagamaan, baik milik pemerintah maupun masyarakat guna pelaksanaan pembinaan mental dan spiritual para tunanetra.
3. MendorongMendesak Kementerian Agama untuk menyediakan kuota, potongan biaya dan layanan khusus bagi jama’ah haji tunanetra.
4. MendorongMeningkatkan terwujudnya kerukunan antar umat beragama dikalangan tunanetra.
5. MendorongMendesak pemerintah melalui Kementerian Agama untuk pengadaan buku-buku sumber (rujukan) dalam berbagai format yang aksessibel guna pembinaan mental spiritual bagi para tunanetra.

VIII Aksesibilitas Layanan dan Fasilitas Publik.

1. Mendesak pemerintah dan masyarakat untuk menyediakan aksesibilitas fisik di gedung-gedung, jalan raya, sekolah/kampus, tempat-tempat ibadah dan berbagai fasilitas umum lainnya guna menunjang kemandirian mobilitas tunanetra.
2. Mendesak tersedianya layanan public yang aksesibel bagi tunanetra disemua aspek kehidupan, diantaranya:
a. Kesehatan.
b. Pendidikan.
c. Kepemilikan perumahan.
d. Perbangkan dan permodalan.
e. Transportasi.
f. Hiburan dan pariwisata.
g. Perbelanjaan.
h. informasi

IX Aksesibilitas Informasi, Komunikasi dan teknologi.

1. Mendesak diperbanyaknya bahan bacaan dalam berbagai format yang aksesibel bagi tunanetra, baik dalam format Braille, tulisan besar, audio maupun elektronik.
2. Mendesak perpustakaan-perpustakaan untuk menyediakan buku-buku yang aksesibel bagi tunanetra
3. Melakukan penyuluhan guna meningkatkan kesadaran akan pentingnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi serta tingkat melek huruf Braille di kalangan tunanetra.
4. Mendesak kelanjutan proses sosialisasi system symbol Braille Indonesia bidang matematika, fisika, kimia, tulisan singkat, music dan huruf arab Braille.
5. Mendesak pemerintah dan masyarakat untuk mengupayakan ketersediaan piranti informasi dan komunikasi berbasis teknologi dengan harga terjangkau.

X Ketenagakerjaan Dan Kewirausahaan.

1. Mendesak Kementerian Tenaga Kerja dan Dinas Tenaga Kerja agar melaksanakan dan mengembangkan program pelatihan serta penempatan tenaga kerja bagi penyandang disabilitas.
2. Mendesak diupayakannya penganekaragaman peluang kerja bagi tenaga kerja tunanetra.
3. Mendesak pemerintah agar memberikan kuota sebesar 2 persen bagi penyandang disabilitas dalam penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS).
4. Mendesak pemerintah untuk memberikan penghargaan bagi perusahaan-perusahaan yang menerima tenaga kerja tunanetra antara lain dalam bentuk keringanan pajak.
5. Mendesak lembaga penyelenggara pelatihan bagi tunanetra baik milik pemerintah maupun masyarakat, untuk :
a. Mengembangkan keragaman jenis pelatihan kerja bagi tunanetra;
b. Meningkatkan kualitas pelatihan kerja bagi tunanetra termasuk pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi.
6. Mendesak lembaga yang menerima tenaga kerja tunanetra baik pemerintah maupun swasta agar menyediakan fasilitas dan alat kerja yang aksesibel bagi tunanetra
7. Membangun kesadaran diri tunanetra akan pentingnya manfaat perlindungan keselamatan kerja.
8. Memprakarsai gerakan kampanye kesadaran untuk menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan dikalangan tunanetra.
9. Mendesak pemerintah dan masyarakat untuk menyelenggarakan dan mengembangkan pelatihan serta pembinaan dibidang kewirausahaan bagi tunanetra.
10. Mendesak pemerintah untuk menunjuk salah satu bank milik pemerintah agar menyediakan skema kredit usaha khusus untuk penyandang disabilitas.
11. Mendesak pemerintah agar memberikan perlindungan khusus pada profesi pemijat tunanetra. Perlindungan tersebut diberikan dengan :
a. Mengeluarkan peraturan bahwa profesi pijat hanya boleh dilakukan oleh tunanetra.
b. Tidak memberikan ijin apabila ada masyarakat yang bukan tunanetra akan membuka usaha klinik pijat.
12. Mendesak pemerintah untuk menyediakan tempat dan kuota khusus di areal public guna memasarkan produk hasil karya tunanetra, baik berupa barang ataupun jasa.


XI Kesejahteraan Sosial dan kesehatan.

1. Mendesak pemerintah agar memastikan sistem jaminan sosial nasional yang ada melingkupi dan mudah diakses oleh tunanetra.
2. Mendesak Lembaga Pengumpul Zakat, baik milik pemerintah maupun swasta agar mengalokasikan dana zakat, infaq dan sedekah yang dikumpulkan untuk pemberdayaan penyandang tunanetra.
3. Mendesak pemerintah agar tunanetra bisa mengakses informasi mengenai program sosial
4. Mendesak pemerintah agar BUMN dan BUMD wajib mengalokasikan dana CSRnya bagi pemberdayaan tunanetra.
5. Mendesak kementerian kesehatan dan dinas kesehatan agar :
a. Setiap rumah sakit negeri yang memiliki layanan kesehatan mata wajib menyediakan layanan Low Vision (layanan untuk tunanetra yang lemah penglihatan);
b. Memasukkan pengadaan alat bantu low vision bagi mereka yang tidak mampu kedalam biaya layanan kesehatan yang dijamin oleh system jaminan kesehatan nasional.

XII Seni budaya, olah raga Dan Kepemudaan.
1. Mendorong generasi muda tunanetra untuk mengembangkan bakat dan kemampuan di bidang seni dan industri kreatif serta olah raga sebagai salah satu pilihan karir.
2. Mendesak pemerintah untuk memfasilitasi pembinaan generasi muda tunanetra di bidang seni dan industri kreatif sedini mungkin, mulai sejak mereka duduk di bangku sekolah. .
3. Mendesak pemerintah melalui kementerian Pendidikan agar menyelenggarakan olah raga pendidikan untuk anak/siswa tunanetra sedini mungkin, dan dilaksanakan secara profesional.
4. Mendesak pemerintah agar membangun sistem pembinaan olah raga prestasi bagi tunanetra, agar para tunanetra dapat membangun diri menjadi atlet yang profesional, menjuarai pelbagai turnamen baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Dalam membangun sistem pembinaan ini, pemerintah diharapkan melibatkan organisasi disabilitas yang bergerak di bidang olah raga.
5. Mendesak pemerintah agar membangun fasilitias olah raga rekreasi yang aksessibel untuk tunanetra.
6. Mendesak pemerintah dan masyarakat agar memberikan penghargaan yang sama kepada tunanetra yang berprestasi di bidang olahr aga dengan mereka yang tidak tunanetra.
7. Mendesak pemerintah untuk memperhatikan kesejahteraan hiduo atlet dan mantan atlet tunanetra yang berprestasi,
8. Mendorong peningkatan partisipasi pemuda tunanetra dalam kegiatan di organisasi Pertuni.
9. Mengalokasikan bidang kepemudaan dan kaderisasi dalam struktur kepengurusan Pertuni, baik di tingkat pusat, daerah maupun cabang.
10. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan khusus untuk pemuda tunanetra, baik di tingkat pusat, daerah maupun cabang.
11. Mengalokasikan sesi khusus tentang kepemudaan dalam penyelenggaraan rapat kerja dan musyawarah, baik di tingkat nasional, daerah maupun cabang.
12. Melibatkan pemuda tunanetra dalam pelbagai kepanitian guna penyelenggaraan kegiatan tertentu di lingkungan Pertuni, baik tingkat pusat, daerah maupun cabang.
13. Menyelenggarakan diskusi dan pertemuan secara rutin untuk menggali aspirasi pemuda tunanetra. Melalui kegiatan ini diharapkan Pertuni mendapatkan masukan dari generasi muda tunanetra, dan masukan ini akan menjadi bahan pengembangan program.



BAB III
PENUTUP

Demikianlah dokumen Garis Besar Program Pertuni (GBPP) 2014 – 2019 ditetapkan oleh Munas VIII dan mengikat seluruh batang tubuh organisasi Pertuni, sehingga menjadi kewajiban konstitusional bagi seluruh jajaran unit kerja organisasi Pertuni pusat, daerah dan cabang untuk mempergunakannya sebagai pedoman dalam menyusun prioritas program tahunan demi mencapai tujuan organisasi sesuai dengan visi dan misi Pertuni.
Ketua Umum Pertuni masa bakti 2014 – 2019 bertanggungjawab atas penyusunan, persiapan dan pelaksanaan program kerja tahunan organisasi di tingkat pusat, serta memberikan bimbingan dan pengarahan kepada jajaran organisasi di tingkat daerah dan cabang dalam hal menyusun Garis Besar Program Pertuni Daerah (GBPPD) dan Garis Besar Program Pertuni Cabang (GBPPC).
Keberhasilan Pertuni menunaikan segenap program kerja organisasi pada dasarnya sangat ditentukan oleh semangat pengabdian, dedikasi dan kerjasama seluruh jajaran kepengurusan, staf administrasi organisasi, partisipasi segenap anggota organisasi serta peran mitra kerja Pertuni.

MUSYAWARAH NASIONAL VIII
PERSATUAN TUNANETRA INDONESIA (PERTUNI)

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 28 Agustus 2014

PIMPINAN SIDANG PARIPURNA IV
MUNAS VIII PERTUNI 2014



Agung Rejeki Yuliastuti Slamet Riyanto
Ketua Sekretaris


Tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas / low vision). Pertuni adalah organisasi kemasyarakatan tunanetra Indonesia yang didirikan oleh sekelompok tunanetra pada tahun 1966. Pertuni bertujuan mewujudkan keadaan yang kondusif bagi orang tunanetra untuk menjalankan kehidupannya sebagai manusia dan warga negara Indonesia yang cerdas, mandiri dan produktif tanpa diskriminasi dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Anggota Pertuni terdiri dari Anggota Biasa (orang tunanetra), Anggota Mitra Bakti (orang awas yang bersuka rela membantu kegiatan Pertuni), dan Anggota Kehormatan. Pertuni Kota Bengkulu dipimpin oleh sebuah badan eksekutif yang disebut Dewan Pengurus Cabang Pertuni yang berkedudukan di Kota Bengkulu. Badan eksekutif tersebut didampingi oleh sebuah badan konsultatif dan kepengawasan yang disebut Dewan Pertimbangan Cabang (Depercab) Pertuni.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »

Untuk sobat DPC PERTUNI yang ingin bertanya atau memberikan sebuah komentar yang membangun kami persilahkan berkomentar di sini. Mari kita gunakan tutur kata yang gampang dimengerti dan jangan menghina sesama manusia. EmoticonEmoticon

Sobat Adalah Pengunjung Yang Ke